Jinayah

BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Pemberian hukum dalam rangka hak Allah swt, ditetapkan demi kemaslahatan masyarakat dan terpeliharanya ketenteraman atau ketertiban umum. Oleh karena itu hukuman itu didasarkan atas hak Allah SWT, maka tidak dapat digugurkan, baik oleh individu maupun oleh masyarakat.
Hadirnya Islam di tengah-tengah kehidupan manusia merupakan rahmat. Rahmat berarti anugrah karunia atau pemberian Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Manusia diharapkan mampu mengambil manfaat secara maksimal dengan kesadaran akan dirinya sendiri. Semua aturan yang ada dalam  Islam, baik yang berupa perintah, larangan, maupun anjuran adalah untuk manusia itu sendri. Manusia hendaknya menerima ketentuan-ketentuan hukum islam dengan hati yang lapang kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini di antara aturan Islam yang hendak di bahas meliputi zina,  minuman keras, dan lain sebagainya. Kata hudud adalah bentuk jamak dari kata had. Pada dasarnya had berarti pemisah antara dua hal atau yang membedakan antara sesuatu dengan yang lain.
Untuk lebih meningkatkan wawasan mahasiswa dan pendalaman terhadap ilmu agama yang lebih luas lagi timbul rasa kecintaan terhadap ilmu agama, maka kami menganggap perlu untuk bisa lebih jauh mengenalinya termasuk materi yang akan dibahas ini yaitu Hukum Hudud.
Penyusunan makalah ini bertujuan supaya mengenali lebih jauh tentang ilmu agama khususnya hukum hudud, tetapi tidak hanya sekedar mengenali dan diharapkan agar memahami serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa persoalan, diantaranya:
1.      Jelaskan yang dimaksud dengan Hudud !
2.      Apa saja ciri-ciri Hudud ?
3.      Apa saja macam-macam tindakan yang termasuk golongan hudud ?
4.      Jelaskan yang dimaksud dengan Qishash !
5.      Apa saja macam-macam pembunuhan ?
6.      Apa saja syarat-syarat penetapan Qishash ?
7.      Jelaskan yang dimaksud dengan Diyat !
8.      Apa saja macam-macam Diyat ?
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan Penyusunan makalah ini yaitu untuk menjawab dari rumusan masalah di atas guna menambah wawasan mahasiswa tentang Hudud, Qishash, dan Diyat.

 

 

 

 

 

 




BAB II

PEMBAHASAN


A.    Pengertian Hudud
Kata hudud merupakan bentuk plural dari kata had yang berarti sesuatu yang memisahkan antara dua hal. Juga dapat diartikan sesuatu yang membedakan antara yang satu dengan yang lain. Masuk dalam arti hudud adalah dinding rumah atau batasan-batasan tanah.
Secara bahasa,  hudud memiliki kesamaan dengan al-Man’u yang berarti pencegahan. Hukuman atas suatu pelanggaran disebut dengan hudud, karena hukuman tersebut bertujuan untuk mencegah orang yang melakukan pelanggaran tidak mengulangi perbuatan yang menyebabkan dirinya dihukum. Hudud juga bisa diartikan dengan pelanggaran itu sendiri.
Ditinjau dari sisi syara’, hudud artinya ketetapan atas suatu hukuman untuk menjaga hak Allah swt. Oleh sebab itu, hukum ta’zir tidak termasuk ke dalam pengertian ini, karena hukum ta’zir merupakan suatu hukuman yang tidak diketahui ketetapannya karena ketetapannya ditentukan oleh pemimpin. Qishash juga tidak termasuk ke dalam pengertian ini, karena hukum Qishash berdasarkan pada hak sesama manusia atau hak anak cucu Adam.[1]
B.     Ciri-ciri Hudud
Hudud mempunyai sifat-sifatnya yang khusus, yaitu :
1.      Kesalahan-kesalahan hudud telah ditetapkan syara’.
2.      Hukuman-hukuman siksanya telah ditentukan jenis-jenisnya dan berat ringannya oleh ketetapan syara’, tiada siapa yang boleh mengubah melibihi atau menguranginya. Ia wajib dilaksanakan seperti adanya.
3.      Kesalahan-kesalahan hudud boleh dimaafkan sebelum ia dibawa kedepan hakim, tetapi tiada siapa pun yang dapat memaafkan atau mengurangkan hukuman setelah dibawa ke depan pengadilan.
4.      Semua orang yang mencukupi syarat yang dikenakan hukuman yang sama tanpa terkecuali.
5.      Taubat tidak menggugurkan siksa kecuali dalam hal kejahatan perampokan dimana perampok digugurkan dari siksa, jika ia bertaubat sebelum dapat ditangkap, dan orang-orang murtad yang bertaubat sebelum dibawa kemuka pengadilan.[2]
C.    Macam-macam Tindakan yang Termasuk Golongan Hudud
Ada berbagai tindakan yang termasuk golongan hudud, antara lain :
1.      Minuman yang memabukkan (Khamar)
Larangan meminum minuman yang memabukkan didasarkan pada Q.S.Al-Ma’idah (5) : 90 Artinya “wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi(berkurban untuk) berhala, dan mengundil nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dantermasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”.[3]
            Firman Allah SWT di atas tidak menegaskan hukuman apa bagi peminuman keras (khamar). Sanksi terhadap delik ini disandarkan pada hadist Nabi SAW, yakni melalui sunnah fi’liyahnya bahwa hukuman terhadap jarimah ini adalah empat puluh kali dera.[4]
2.      Zina
Zina secara harfiyah artinya fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin diantara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang satu sama lain tidak terkait hubungan perkawinan.
                 Para fuqaha mengartikan bahwa zina yaitu melakukan hubungan seksual dalam arti memasukkan zakar (kelamin pria) kedalam kelamin vagina (kelamin wanita) yang dinyatkan haram, bukan karena syubhat, dan atas dasar syahwat.Jadi perbuatan zina itu adalah haram hukumnya dan termasuk salah satu dosa besar, karena perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang sangat keji, pergaulan seperti binatang.[5] Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Isra (17) : 32.
     Artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina, sungguh zina itu perbuatan yang keji, dan jalan suatu yang buruk”.
           Ada dua cara yang dijadikan dasar untuk menetapkan bahwa menurut syara seorang telah melakukan zina, yaitu :
1)      Empat orang saksi dengan syarat : semuanya laki-laki adil, memberikan kesaksian yang sama tentang tempat, waktu dan cara melakukannya.
2)      Pengakuan dari pelaku, dengan syarat sudah baligh dan berakal. Jika orang yang mengaku telah berbuat zina itu belum baligh atau sudah baligh tapi akalnya terganggu atau gila, maka tidak bisa ditetapkan had zina padanya.
Macam-macam had bagi pezina :
a.       Had bagi pelaku zina muhsan (orang yang sudah baligh, berakal, dan pernah melakukan hubungan dengan jalan yang sah) yaitu dirajam atau dilempari dengan batu sampai mati.
b.      Had bagi pelaku zina Ghairu muhsan (orang yang belum pernah menikah) yaitu didera atau dicambuk sebanyak 100 kali dan diasingkan satu tahun. Haddnya berupa cambuk seratus kali sesuai dengan firman Allah “Deralah masing-masing dari keduanya seratus kali”(Q.S.An-nur (24) : 2). Hadd diasingkan selama satu tahun, ketentuan ini sesuai dengan hadist nabi : “Perzinaan yang dilakukan oelh laki-laki perjaka dengan perempuan perawan hukumnya seratuskali dera dan dibuang selama satu tahun (Hr.Muslim)”[6]
3.      Homoseks
Menurut istilah Liwath atau Homoseksual adalah suatu keinginan membina hubungan romantis atau hasrat sosial kepada sesama jenis, jika sesama pria dinamakan gay dan sesama wanita dinamakan lesbian (female homosex).[7]
Homoseks merupakan penyimpangan dari fitrah manusia karena secara fitrah manusia cenderung untuk melakukan hubungan biologis secara heteroseks, yaitu hubungan seks antara wanita dan pria. Homoseks merupakan salahsatu bentuk kelainan seksual atau tidak normal.
Perbuatan homoseks bukan hanya terjadi pada zaman modern saja tetapi perbuatan ini telah dilakukan pada masa lalu, yaitu pada masa Nabi Luth. Akibat dai perbuatan itu maka Allah manghancurkan kaum Nabi Luth dengan kepedihan dan kehinaan.[8]
4.      Onani
Dalam bahasa Arab dikenal istilah “الاستمناء”, yaitu memaksa keluarnya mani. Atau secara istilah didefinisikan, “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (bersenggama/coitus) dan cara ini dinilai haram seperti mengeluarkan mani tersebut dengan tangan secara paksa disertai syahwat, atau bisa pula “الاستمناء” dilakukan antara pasutri dengan tangan pasangannya dan cara ini dinilai boleh (tidak haram).
Dalam kitab I’anatuth Tholibin (2:255) disebutkan makna “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (senggama), baik dilakukan dengan cara yang haram melalui tangan, atau dengan cara yang mubah melalui tangan pasangannya.
Onani dengan hanya sekedar untuk membangkitkan syahwat, hukumnya adalah haram secara umum. Karena Allah Ta’ala berfirman yang artinya,
 “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Ma’arij: 29-31). [9]
5.      Riddah (murtad)
Murtad berarti menolak agama islam dan memeluk agama lain baik melalui perbuatan maupun lisan. Dengan demikian perbuatan murtad mengeluarkan seseorang dari lingkungan islam. Bila seseorang menolak prinsip-prinsip dasar kepercayaan (iman) seperti keyakinan akan adanya Allah serta Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya sebagaimana yang terdapat dalam “kalimah al-shahadah”. Begitu juga menolak mempercayai al-quran sebagai kitabullah atau menolak ajaran yang dikandungnya tau mengingkari hari kebangkitan, ganjran, atau hukuman dari Allah termasuk perbuatan murtad. Menolak ibadah-ibadah khusus seperti shalat, zakat, puasa, dan haji juga termasuk tindakan murtad.Pelaku murtad dikenai hukuman mati, jika tidak mau bertobat dan kembali ke pangkuan islam dalam tenggang waktu tertentu. Hanya saja, syariah tidak membatasi tenggang waktu yang diberikan kepada si pelaku murtad untuk kembali ke islam.
6.      Hirabah
Perampokan merupakan kejahatan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang yang bersenjata yang mungkin akan menyerang musafir atau orang yang berjalan dijalan raya atau ditempat mana pun mereka merampas harta korbannya dengan menggunakan kekerasan bila korbannya lari mencari pertolongan. Dasar hukum yang dikenakan pada pearampok telah dijelaskan pada Q.S.Al-Maidah (5) : 33, artinya “hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan dibumi, hanalah dibunuh atau disalib atau dipotong kaki dan tangan mereka secara bersilang, atau diasingkan dari halamnnya. Yang demikian itu, kehinaan mereka didunia dan di akhirat mereka mendapatkan azab yang besar”.
Firman Allah SWT  pada Q.S.Al-Maidah (5) : 33 ini turun sehubungan dengan orang-orang islam melakukan tindakan kejahatan berupa pembunuhan, kekacauan, terror. Kekerasan, kerusakan, dan mendurhakai islam dengan keluar dari ajrannya. Dikatakan memerangi Allah dan Rasul-Nya berarti memerangi orang-orang islam dengan berbagai kejahatan sehingga istilah lain disebut hirabah.[10]
7.      Mencuri
Mencuri adalah perbuatan mengambil harta orang lain tanpa seizin pemiliknya (secara diam-diam), dengan maksud untuk memiliki. Menurut fuqaha yang disebut mencuri adalah mengambil barang secara sembunyi-sembunyi ditempat penyimpanan dengan maksud untuk memiliki, dilakukan dengan sadar atau adanya pilihan serta memenuhi syarat-syarat tertentu. Salim Al-Uwa mengartikan mencuri sebagai mengambil barang secara sembunyi dengan niat ingin memiliki barang tersebut.
Mencuri merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman potong tangan sebagaimana disebutkan dalam Q.S Al-maidah (5) : 38, artinya “adapun laki-laki maupun perempuan yang mencuri potonglah tangan kaduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah dan Allah maha perkasa maha bijaksana”.
Berdasarkan firman Allah swt diatas, orang yang mencuri dikenakan hukuman potong tangan. Hukum potong tangan sebagai sanksi kejahatan pencurian. Tindak pencurian dikenai sanksi potong tangan jika telah memenuhi syarat-syarat pencurian yang wajib dikenai potong tangan. Adapun jika pencurin itu belum memenuhi syarat pencuri tidak boleh dikenai sanksi potong tangan. Misalnya orang yang mencuri karena kelaparan, mencuri barang-barang milik umum, belum sampai nisab (1/4 dinar), dan lain sebagainya tidak boleh dikenai had potong tangan.[11]
D.    Pengertian Qishash
Qishash ialah mengambil pembalasan yang sama. Qishas itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat permaafan dari ahli waris yang terbunuh Yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar.[12]
Tidak semua kejahatan terhadap jiwa mengharuskan penerapan hukum Qishash. Sebab, tindak kejahatan bisa dilakukan dengan sengaja, bisa dilakukan dengan semi sengaja, bisa dilakukan dengan tidak sengaja, bisa dilakukan dengan alasan lainnya.
Oleh karena itu, kami harus menjelaskan macam-macam pembunuhan termasuk menjelaskan macam pembunuhan yang mengharuskan penerapan Qishash dengan konsekuensinya.
E.     Macam-macam Pembunuhan
Pembunuhan terdiri dari tiga macam:
1.      Pembunuhan yang Disengaja
Pembunuhan yang disengaja adalah pembunuhan yang sengaja dilakukan oleh seorang mukallaf terhadap seorang manusia yang dilindungi darahnya dengan apa yang secara meyakinkan dapat digunakan untuk membunuhnya.[13]
2.      Pembunuhan Semi Sengaja
Pembunuhan semi sengaja adalah mukallaf yang bermaksud membunuh seorang yang dilindungi darahnya dengan menggunakan sesuatu yang biasanya tidak dapat digunakan untuk membunuh.[14] Ada pembunuhan yang disebut semi sengaja, karena pembunuhan tidak jelas antara sengaja dan tidak sengaja.[15]
3.      Pembunuhan Tidak Disengaja
Pembunuhan yang tidak disengaja adalah seorang mukallaf melakukan tindakan yang boleh dilakukan olehnya, seperti memanah binatang buruan, atau membidikkan senjata ke suatu arah yang dituju, namun ternyata mengenai orang lain yang dilindungi darahnya hingga menyebabkan orang itu tewas.[16]
F.     Syarat-syarat Penetapan Qishash
Qishash tidak dapat ditetapkan kecuali jika telah memenuhi syarat-syarat berikut:
1.      Orang yang dibunuh adalah orang yang darahnya dilindungi.
2.      Orang yang membunuh sudah berusia baligh dan normal akalnya.
3.      Tidak ada hukuman qishash bagi anak kecil, orang gila, tidak pula bagi orang yang tidak normal akalnya.
4.      Pembunuh melakukan tindak pembunuhan atas inisiatif sendiri.
5.      Orang yang membunuh tidak memiliki hubungan nasab utama dengan orang yang dibunuh.
6.      Orang yang dibunuh memiliki kesetaraan dengan orang yang membunuh saat terjadi tindak kejahatan.
7.      Dalam melakukan tindak pembunuhan, pembunuh tidak bekerjasama dengan orang lain yang tidak dikenai hukuman qishash.[17]

G.    Pengertian Diyat
Diyat secara bahasa yaitu denda atau ganti rugi pembunuhan. Secara istilah diyat merupakan jumlah harta yang wajib diberikan karena tindakan pidana (Jinayat) kepada korban kejahatan atau walinya atau kepada pihak terbunuh atau teraniaya. Maksud diisyaratkannya diyat adalah mencegah praktik pembunuhan atau penganiayaan terhadap seseorang yang sudah semestinya mendapatkan jaminan perlindungan jiwa.
H.    Macam-macam Diyat
Diyat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.      Diyat Mughalladzah atau denda berat
Diyat Mughalladzah adalah membayar 100 ekor unta yang terdiri:
a.       30 Hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun).
b.      30 Jadza'ah (unta yang berumur 4-5 tahun).
c.       40 unta khilfah (unta yang sedang bunting atau hamil).
d.      Diyat Mukhaffafah atau denda ringan
2.      Diyat mukhaffafah yang dibayarkan kepada keluarga korban ini berupa 100 ekor unta, terdiri dari:
a.       20 unta hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun).
b.      20 unta jadza'ah (unta betina berumur 4-5 tahun).
c.       20 unta binta makhadh (unta betina lebih dari 1 tahun).
d.      20 unta binta labun (unta betina umur lebih dari 2 tahun).
e.       20 unta ibna labun (unta jantan lebih dari 2 tahun).[18]




BAB III

PENUTUP


A.    Simpulan
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat ditarik simpulan bahwa hudud merupakan ketetapan atas suatu hukuman untuk menjaga hak Allah swt.
Hudud mempunyai sifat-sifatnya yang khusus, yaitu : Kesalahan-kesalahan hudud telah ditetapkan syara’, hukuman-hukuman siksanya telah ditentukan jenis-jenisnya dan berat ringannya oleh ketetapan syara’, kesalahan-kesalahan hudud boleh dimaafkan sebelum ia dibawa kedepan hakim, semua orang yang mencukupi syarat yang dikenakan hukuman yang sama tanpa terkecuali, taubat tidak menggugurkan siksa kecuali dalam hal kejahatan perampokan.
Ada berbagai tindakan yang termasuk golongan hudud, antara lain : Minuman yang memabukkan (Khamar), zina, homoseks, onani, riddah, hirabah, dan mencuri.
Qishash ialah mengambil pembalasan yang sama.
Pembunuhan terdiri dari tiga macam: sengaja, semi sengaja, tidak sengaja.
Qishash tidak dapat ditetapkan kecuali jika telah memenuhi syarat-syarat berikut: Orang yang dibunuh adalah orang yang darahnya dilindungi, orang yang membunuh sudah berusia baligh dan normal akalnya, tidak ada hukuman qishash bagi anak kecil, orang gila, tidak pula bagi orang yang tidak normal akalnya, pembunuh melakukan tindak pembunuhan atas inisiatif sendiri, orang yang membunuh tidak memiliki hubungan nasab utama dengan orang yang dibunuh, orang yang dibunuh memiliki kesetaraan dengan orang yang membunuh saat terjadi tindak kejahatan, dalam melakukan tindak pembunuhan, pembunuh tidak bekerjasama dengan orang lain yang tidak dikenai hukuman qishash.
Diyat merupakan jumlah harta yang wajib diberikan karena tindakan pidana (Jinayat) kepada korban kejahatan atau walinya atau kepada pihak terbunuh atau teraniaya.
Diyat dibedakan menjadi dua yaitu: Diyat Mughalladzah atau denda berat, Diyat mukhaffafah atau denda ringan.




[1] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), cet. I, hal. 164.
[2] http://almanhaj.or.id/content/3383/slash/0/fikih-hudud/, diakses tanggal 03 Desember 2016 pukul 00.15
[3] Sayyid Sabiq, Op. Cit., hal. 186.
[4] Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Syafi’I, (Jakarta : Almahira, 2010), hal. 265. Lihat juga Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), cet. I, hal. 220-221.
[5] Lihat Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), cet. I, hal. 231.
[6] Ibid., hal 265. Lihat juga Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), cet. I, hal. 236-243.
[7] Hasbiyatlah, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: DirJen Pendidikan Islam, Depag Republik Indonesia, 2009), hal. 287
[8] Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah, (Jakarta: Rajawali Pers), hal.58. Lihat juga Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), cet. I, hal. 267.
[9] https://www.facebook.com/rumaysho/posts/10151639948316213, diakses tanggal 03 Desember 2016 pukul 00.40. Lihat juga Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 9, (Bandung:Al-Ma’arif, 2009), hal. 137.
[10] Abdurrahman Doi, Hudud dan Kewarisan, (Jakarta : Srigunting , 1996), hal.64. Lihat juga Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), cet. I, hal. 320. Lihat juga Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 9, (Bandung:Al-Ma’arif, 2009), hal.175.
[11] http://hariyono1407.blogspot.co.id/2012/04/hukum-pencurian-dalam-islam.html diakses tanggal 03 Desember 2016 pukul 20.10. Lihat juga Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 9, (Bandung:Al-Ma’arif, 2009), hal. 200-202.
[12] http://al-badar.net/pengertian-syarat-hukum-dan-hikmah-qishas/ diakses tanggal 03 Desember 2016 pukul 20.37.
[13] Sayyid Sabiq, Op. Cit. hal. 392.
[14] Ibid., hal. 395.
[15] Ibid., hal. 396.
[16] Ibid., hal. 397.
[17] Ibid., hal. 404-412.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Islam masa Umayyah dan Abbasiyah

Efektivitas Pengecoh

Aliran Rekonstruksionisme Dalam Filsafat Pendidikan