Laporan Hasi Observasi Disgrafia

Tugas Terstruktur                                                                Dosen pengampu
Pendidikan ABBS                                                                 Murniyanti Ismail, M. Pd.                                       

DISGRAFIA
Disusun Oleh
Kelompok: 1

Misnawati Nurdin                             1501210299
Muthi Nabila                                     1501210302
Noor Laily                                          1501210310
Muhammad Abizar Al-Gifary         1501210392
M. Haris Fadillah                              1501210386
M. Riduan                                          1501210387


UNIVERSITAS  ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJAR MASIN
2017



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam proses awal kami diberikan tugas dari dosen mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Belajar Spesifik. Dari sekian banyak pembhasan mengenai anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus/kesulitan dalam belajar, kelompok kami mendapat materi tentang anak kesulitan belajar menulis (Disgrafia).
Gejala disgrafia biasanya anak mengalami kesulitan dalam menulis bahkan tidak dapat menulis dengan baik padahal untuk anak seusianya sudah mampu untuk menulis dengan baik. Tanda ini juga dapat terlihat dengan cara anak untuk menulis, biasanya anak juga sangat sulit untuk memahami suatu pertanyaan karena lemahnya dalam pemahamannya. Tanda lain adalah biasanya si anak dalam menulis mereka mencampur antara huruf besar dengan huruf kecil dan posisi menulis mereka juga tidak konsisten.
Oleh karena itu, kelompok kami melakukan observasi di SDN Banua Anyar 8 Banjarmasin yang terdapat anak-anak kesulitan belajar, yang diselenggarakan selama 3 kali pertemuan dari tanggal 18-20 Mei 2017.

B.     Biografi Anak
1.      Identitas Anak
Nama Lengkap        :   Muhammad Sidiq Amin
Nama Panggilan      :   Amin
TTL                          :   Ciamis, 18 Maret 2002
Jenis Kelamin          :   Laki-laki
Agama                     :  Islam
Anak ke-                  :   4
Sekolah                    :   SDN Banua Anyar 8 Banjarmasin
Kelas                        :   6
Hobi                         :   Jalan-jalan
Cita-cita                   :   Guru
Alamat                     :   Jln. Sungai Andai
Nama Orang Tua     :
                     Ayah   :   Asep Saipudin
                     Ibu       :   Eti Suriati

2.      Penampilan Psikis
Dari segi penampilan tidak terlihat jelas bahwa Sidiq Amin termasuk dalam anak berkebutuhan khusus, karena dari segi penampilan Sidiq Amin seperti anak biasanya tidak ada kecacatan ataupun perbedaan dalam sikap atau perilaku. Namun terkadang ia bersikap kekanak-kanakan yang tidak sesuai dengan usianya.

C.    Peran guru dan Orang Tua
Upaya sekolah untuk mengatasi anak berkebutuhan khusus, seperti yang kita ketahui sekolah yang kami observasi merupakan sekolah yang regular namun tetap menerima anak berkebutuhan khusus (inklusi) adapun cara masuk sekolah disini adalah harus tes IQ,harus ada surat rujukan ang menyatakan bahwa anak yang bersangkutan memiliki gejala anak berkebutuhan spesifik, tes Asesment namun tes di sekolah yang kami observasi ini berubah-rubah setiap tahun peraturan pemerintahnya.
Usaha yang ibu lakukan saat menghadapi anak berkbutuhan spesifik yang ibu kepala sekolah katakan adalah bahwa setiap anak yang berkebutuhan spesifik ada pendampingnya yang ahli supaya anak yang berkebutuhan khusus tersebut dapat bersaing dengan anak regular lainnya, memberikan pelayanan yang terbaik tidak bisa banyak ya minimal sedikit.
Hambatan/ kesulitan yang hadapi guru pada saat menerima anak berkebutuhan spesifik, yang membuat dewan guru risih adalah pandangan masyarakat, masyarakat pasti bertanya-tanya kenapa sekolah regular menerima anak autis, kata sang Kepala sekolah bahwa jalan tidak mulus. Adapun SDN 8 Benua Anyar ini merupakan sekolah pertama yang di tunjuk oleh pusat untuk menerima anak yang berkebutuhan khusus tutur sang kepala Sekolah. Merawat anak-anak yang sulit belajar  membutuhkan proses dan kesabaran. Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Menghadapi anak autis butuh kesabaran ekstra. Kemudian hambatan yang kedua adalah masalah pendanaan ada beberapa orang tua yang menyumbang untuk sekolah ataupun pendamping dan ada juga yang tidak. Kemudian hambatan selanjutnya adalah anggapan dari orang tua regular kenapa dewan guru harus mengajarkan pada anak sulit belajar.
Anak ABK yang berumur 9 tahun berperilaku 5 tahun. Anak ABK dengan regular berteman dengan baik hanya saja orang tua murid yang ada konflik sedikit. Kemudian kami tanyakan mengenai tenaga pengajar disekolah tersebut apakah semuanya lulusan dari Pendidikan Luar Biasa lalu sang ibu menjawab bahwa rata-rata 90% tenaga pengajar lulusan PLB.
di SDN 8 Banua Anyar  di sediakan buku pengubung, sampai dimana pelajaran yang di dapat dari sekolah diminta agar orang tua murid mendampingi untuk menyambung pelajaran dari buku penghubung tersebut agar tidak hanya di sekolah, tapi kebanyakan orang tua tidak mengerti akan buku penghubung tersebut hingga akhirnya buku penghubung tersebut terabaikan.
Dewan guru memberikan tanggung jawab kepada anak tersebut supaya anak belajar rasa tanggung jawab. Pendamping nya berperan penuh terhadap pekembangan intelektual anak, jadi guru pendamping disini fokus terhadap akhlak atau perilakunya terlebih dahulu barulah mengajarkannya materi.



BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Pengertian Kesulitan Belajar
Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “Learning Disability” yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata disability diterjemahkan ”kesulitan” untuk memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Istilah lain learning disabilities adalah learning difficulties dan learning differences. Ketiga istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Di satu pihak, penggunaan istilah learning differences lebih bernada positif, namun di pihak lain istilah learning disabilities lebih menggambarkan kondisi faktualnya. Untuk menghindari bias dan perbedaan rujukan, maka digunakan istilah Kesulitan BelajarBerikut ini beberapa definisi mengenai kesulitan belajar.
1.      Hammill, et al., (1981)
Kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, dan/atau dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan belajar bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris, hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya atau proses pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.
2.      ACCALD (Association Committee for Children and Adult Learning Disabilities) dalam Lovitt, (1989)
Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber dari masalah neurologis, yang mengganggu perkembangan kemampuan mengintegrasikan dan kemampuan bahasa verbal atau nonverbal. Individu berkesulitan belajar memiliki inteligensi tergolong rata-rata atau di atas rata-rata dan memiliki cukup kesempatan untuk belajar. Mereka tidak memiliki gangguan sistem sensoris.
3.      NJCLD (National Joint Committee of Learning Disabilities) dalam Lerner, (2000)
Kesulitan belajar adalah istilah umum untuk berbagai jenis kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung. Kondisi ini bukankarena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena pengaruh faktor lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam individu itu sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi terhadap objek yang diinderainya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi minimal otak. Kesulitan belajar bukan disebabkan oleh faktor eksternal berupa lingkungan, sosial, budaya, fasilitas belajar, dan lain-lain.

B.     Pengertian Disgrafia
Disgrafia (dysgraphia) adalah kesulitan belajar yang ditandai dengan adanya kesulitan dalam mengungkapkan pemikiran dalam komposisi tulisan. Pada umumnya, istilah disgrafia digunakan untuk mendeskripsikan tulisan tangan yang sangat buruk. Anak-anak yang memiliki disgrafia mungkin menulis dengan sangat pelan, hasil tulisan mereka bisa jadi sangat tak terbaca, dan mereka mungkin melakukan banyak kesalahan ejaan karena ketidakmampuan mereka untuk memadukan bunyi dan huruf.
Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya. Dysgraphia/Disgrafia adalah learning disorder dengan ciri perifernya berupa ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan anak dalam membaca maupun tingkat intelegensianya.Disgrafia diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang secara terus-menerus berada di bawah ekspektasi jika dibandingkan usia anak dan tingkat intelegensianya.
Terdapat tiga kategori disgrafia yang dikenal pasti yaitu Dyslexic Dysgraphia yang mana hasil penulisan spontan adalah sukar dibaca. Walau bagaimanapun, tulisan mereka bisa dibaca apabila menggunakan kaedah menyalin semula perkataan atau meniru perkataan. Kanak-kanak dalam kategori ini juga menghadapi kesukaran dalam mengeja tetapi tidak semestinya mereka mengalami masalah membaca atau disleksia. Kategori kedua adalah Motor Dysgraphia yang didefinisikan sebagai masalah yang disebabkan oleh kekurangan dari segi kemahiran motor halus. Kanak-kanak ini sering menunjukkan tulisan yang tidak bisa dibaca walaupun hanya menulis menggunakan kaedah menyalin semula ayat. Spatial Dysgraphia pula merupakan kategori ketiga. Kanak-kanak kategori ini sebenarnya mempunyai kebisaan mengeja yang normal. Namun begitu, hasil tulisan tangan masih sukar dibaca sama ada penulisan secara spontan atau menyalin semula.

C.     Karakteristik Anak Kesulitan Belajar Menulis
1.      Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2.      Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3.      Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4.      Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan atau pemahamannya lewat tulisan.
5.      Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6.      Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7.      Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8.      Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.

D.     Penyebab Kesulitan Belajar Menulis
Kesulitan dalam hal menulis terjadi pada 5-10% dari seluruh anak di dunia. Penyebab disgrafia adalah faktor neurologis, yakni adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak mengalami kesulitan dalam harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka. Kesulitan ini tak berkaitan dengan masalah kemampuan intelektual. Beberapa peneliti berhasil menemukan bahwa disgrafia cenderung dialami oleh anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, penderita disgrafia mengalami kesulitan membaca apa yang ia inginkan ke dalam kalimat-kalimat panjang secara akurat. Demikian pula ketika belajar menulis, pertama kali mereka akan belajar menulis tangan karena kemampuan ini merupakan prasarat bagi upaya belajar berbagai bidang studi yang lain.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan kesulitan belajar menulis, kesulitan belajar menulis berkaitan dengan bentuk pengajaran yang salah, antara lain dalam menulis permulaan atau handwriting penyebabnya sering kali terkait dengan cara anak dalam memegang pensil atau alat tulis. Sejalan dengan itu, menurut Paul G. Edison “Penyebab kesulitan belajar menulis dapat dikarenakan kurangnya kecakapan koordinasi mata dan tangan untuk menulis huruf balok, indah dan besambung serta menggambar”.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar menulis antara lain kurangnya perhatian yang diberikan kedua orang tua terutama ibu dalam menemani maupun membantu anak saat belajar di rumah. Menurut Helmawati (2014: 50) “orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anak mereka karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.” Seharusnya orang tualah yang berperan sangat besar dalam mengatasi kesulitan belajar menulis anak. Tetapi perhatian yang orang tua berikan kepada anak justru kurang. Hal ini terlihat dari kurangnya perhatian orang tua untuk membantu anaknya menjadwal pada malam hari.
Faktor penyebab kesulitan belajar menulis anak lainnya adalah tidak adanya komunikasi yang terjalin antara orang tua dan guru kelas dalam bekerjasama mengatasi kesulitan belajar menulis yang dialami anak. Hal ini dikarenakan antara orang tua dan guru kelas sama sekali tidak pernah bertemu dan tidak memiliki nomor telefon masing-masing yang dapat dihubungi. Guru tidak bisa menyampaikan kepada orang tua mengenai hasil perkembangan maupun penurunan hasil belajar akibat kesulitan belajar menulis yang dialami anak. Anak juga belum menyadari bahwa sekolah itu merupakan kebutuhan mereka dan sekolah itu memerlukan perhatian kepada guru, sehingga pada saat guru menerangkan materi pembelajaran anak jarang mau untuk memperhatikan. Seringkali pekerjaan rumah yang diberikan guru kepada anak saat di sekolah sama sekali tidak pernah dikerjakan. Anak sama sekali tidak memiliki bayangan bentuk huruf dan tidak hafal huruf alfabeth sama sekali dikarenakan tidak hafal huruf A sampai Z.



BAB III
SOLUSI / UPAYA PENANGANAN

Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan guru dan orang tua anak yang mengalami disgrafia untuk mengatasi kesulitan menulis menulis antara lain selalu memberikan motivasi dan dorongan kepada anak agar tetap semangat dalam berusaha menulis seperti teman-temannya yang lain, melakukan pendekatan secara individual kepada anak yang mengalami kesulitan belajar menulis untuk mengetahui apa yang anak inginkan, melakukan bimbingan seperti les untuk anak yang menagalami kesulitan belajar menulis di akhir proses pembelajaran, melakukan kerjasama antara sekolah dan orang tua untuk mengatasi kesulitan belajar menulis anak, mengembangkan sikap percaya diri dan berani dalam hal bertanya saat mengalami kesulitan dalam pembelajaran, tidak selalu memenuhi keinginan anak, dan tidak terlalu memberikan kebebasan kepada anak dalam hal bermain, memberikan perhatian yang khusus pada anak yang mengaalmi kesulitan belajar menulis.
Dari delapan ciri disgrafia yang bisa dikenali, para psikolog sudah menguraikan beberapa tahapan penanggulangan yang bisa dilakukan.
1.      Pahami keadaan anak
Upayakan untuk tidak membandingkan anak yang mengalami gangguan ini dengan anak lain yang normal. Membanding-bandingkannya hanya akan membuat anak merasa stres dan frustasi.
2.      Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan kepada anak untuk belajar menuangkan ide-idenya dengan menggunakan media komputer. Penggunaan komputer memungkinakan anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar dia mengetahui kesalahannya secara langsung.
3.      Bangun rasa percaya diri anak
Berilah pujian pada saat yang tepat dan wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Selain itu, jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan hal-hal yang sedang dilakukan anak karena itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustasi. Jika ini yang terjadi, akan terjadi kontradiksi dengan upaya penanggulangan hambatannya dan ini akan sulit kembali membangun rasa percaya diri anak.
4.      Latih anak terus menulis
Upayakan setiap peristwa menjadi saat-saat latihan bagi anak untuk menulis. Berikan tugas-tugas yang menarik, seperti: menulis surat untuk teman, untuk orang tua, menulis dalam selembar kartu pos, dan yang sejenisnya. Upaya-upaya ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menunangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan nyata.






BAB IV
PENUTUP

A.    Simpulan
Disgrafia (dysgraphia) adalah kesulitan belajar yang ditandai dengan adanya kesulitan dalam mengungkapkan pemikiran dalam komposisi tulisan. Pada umumnya, istilah disgrafia digunakan untuk mendeskripsikan tulisan tangan yang sangat buruk. Anak-anak yang memiliki disgrafia mungkin menulis dengan sangat pelan, hasil tulisan mereka bisa jadi sangat tak terbaca, dan mereka mungkin melakukan banyak kesalahan ejaan karena ketidakmampuan mereka untuk memadukan bunyi dan huruf.
Anak dengan kesulitan belajar menulis, biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut: terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya, saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur, ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional, anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan atau pemahamannya lewat tulisan, sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas, berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis, cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional, tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar menulis antara lain kurangnya perhatian yang diberikan kedua orang tua terutama ibu dalam menemani maupun membantu anak saat belajar di rumah. Menurut Helmawati (2014: 50) “orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anak mereka karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.” Seharusnya orang tualah yang berperan sangat besar dalam mengatasi kesulitan belajar menulis anak. Tetapi perhatian yang orang tua berikan kepada anak justru kurang. Hal ini terlihat dari kurangnya perhatian orang tua untuk membantu anaknya menjadwal pada malam hari.
Dari delapan ciri disgrafia yang bisa dikenali, para psikolog sudah menguraikan beberapa tahapan penanggulangan yang bisa dilakukan, yaitu pahami keadaan anak, menyajikan tulisan cetak, bangun rasa percaya diri anak, latih anak terus menulis.
Berkaitan dengan hasil observasi terhadap anak, dapat disimpulkan bahwa si anak mengalami Spatial Dysgraphia, karena anak mampu mengeja sebuah tulisan yang disediakan, akan tetapi ketika diminta untuk menulis, hasil tulisan anak hampir tidak bisa dibaca. Aminpun sudah mampu untuk membedakan antara huruf b dengan d, p dengan q, u dengan v. Akan tetapi beberapa kali ketika menuliskan sebuah kata, Amin tertinggal ataupun salah menuliskan huruf yang terdapat dalam kata tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Santrock, J.W. 2011. Psikologi Pendidikan Edisi 3 Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika
Abdurahman, Mulyono. 1998. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Proyek pendidikan Tenaga Guru, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Dyan R. Helmi dan Saiful Zama, S.Psi., 12 Permainan untuk Meningkatkan Intelegensia Anak, Cetakan Pertama, Januari, 2009, Penerbit: Visimedia, Jakarta Selatan.

Helmawati. 2014. Pendidikan Keluarga Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan Islam masa Umayyah dan Abbasiyah

Efektivitas Pengecoh

Aliran Rekonstruksionisme Dalam Filsafat Pendidikan