Ulumul Hadits dan Sejarah Penghimpunannya
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai mana di ketahui, banyak istilah untuk menyebut nama-nama
hadits sesuai dengan fungsinya dalam menetapkan syariat islam. Ada Hadits
Sahih, ada Hadits Hasan da nada Hadist Dhaif. Masing- masing memiliki
persyaratan sendiri-sendiri. Persyaratan itu ada yang berkaitan dengan
persambungan sanad, kualitas para
periwayat yang di lewati hadits, da nada pula yang berkaitan dengan kandungan
hadits itu sendiri. Maka persoalan yang ada dalam ilmu hadits ada dua. Pertama
berkaitan dengan sanad dan yang kedua berkaitan dengan matan. Ilmu yang
berkaitan dengan sanad aka mengantar kita untuk menelusuri apakah hadits
tersebut bersambung sanadnya atau tidak,dan apakah para periwayat hadits yang
di cantumkan di dalam sanad hadits tersebut orang-orang yang percaya atau
tidak. Adapun ilmu yang berkaitan dengan matan akan membantu kita mempersoalkan dan mengetahui informasi yang
terkandung di dalamnya berasal dri nabi atu tidak.misalnya, apakah kandungan
hadits bertentangn dengan dalil lain atau tidak.
Secara garis besar ilmu hadis di bagi atas ilmu hadits riwayah dan
imu hadits dirayah. Jika ilmu hadits
riwayah membahas materi hadits yang menjadi kandungan makna, maka imu hadits
dirayah mengambil pembahasan mengenai kaidah-kaidahnya, baik yang berhubungan
dngan sanad atau matan hadits .
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
ulumul hadits?
2.
Apa spesifkasi
ulumul hadits?
3.
Apa saja
pembagian cabang ulumul hadits?
4.
Sejarah
perkembangan hadits?
5.
Kitab-kitab
yang membahas ulumul hadits?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Ingin lebih
mengetahui pengertian ulumul hadits
2.
Ingin
mengetahui pembagian cabang ulumul hadits
3.
Ingil lebih
mengenal sejarah perkembangan hadits
4.
Ingin lebih
mengetahui spesifikasi ulumul hadits
5.
Supaya lebih
banyak mengenal kitab hadits
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ulumul
Hadits
Kata hadist telah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia. Hadist
adalah kata yang beraal dari bahasa arab; yaitu al-hadits, jama’nya al-
ahadist dan al-husdan, dan memiliki banyak arti diantaranya, adalah al-jadid ( yang baru) lawan dari al-qadim
(yang lama) dan al-khabar ( kabar atau berita).
Menurut
Ulama Mutaqaddimin :
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ كَيْفِيَة اِتّصَالِ الاَحَاَدِثِ با
الرَّسوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم مِنْ حَيْثُ مَعْرَفَةٍ اَحْوَالِ رُوَّاتِهَا
ضَبْطا وَعَدَالَةً وَمِنْ حَيْثُ كَيْفِيَةِ السَّنَدِ اِتَّصَالاً وَ انْقِطَاعًا.
“ Ilmu pegetahuan
yang membicarakan tentang cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW
dari segi hal ihwal para perawinya, kedabtan, keadilan, dan dari bersambung
atau tidaknya sanad,dan sebagainya.
B.
Spesifikasi Ilmu
Hadits
Ilmu hadits merupakan bidang pengetahuan spesifik Islam untuk
mendalami pengkajian hadits, baik yang
berkaitan dengan pnntuan sanad dan matannya, maupun yang berkaitan dengan
kandungan atau hukum yang terkandung di dalamnya mengnai berbagai perkara
keislaman.
Ilmu hadits di
namakan spesifik islam karna hanya dalam islam di kembangkan:
a.
Pengetahuan
tentang sanad yaitu di pelajari dan di teliti secara mendalam.
b.
Di pelajari
biografi sekitar 500.000 orang periwayat hadits, khususnya mengenai kualitas pribadi (keadilan)
dan kapasitas intelektual (kedhabitan) mereka.
c.
Kitab yang membahas tentang itu selain
jumlahnya bnyak, juga jenis penyusunannya sangat beragam.
d.
Pengetahuan
yang khusus mempelajari istilah yang berkaitan dengn ilmu hadits , yakni ilmu
Mustal[1]ah
al-Hadits.
Dengan demikian, ilm hadits di
pandang sebagai ilmu yang spesifik islam, sebab dengan mempelajari ilmu hadits
secara mendalam dapat membantu umat islam untuk mengkaji ajaran agama dengan
sempurna dan memenuhi standar keilmuan.
Dengan begitu, maka umat islam tidak ragu lagi dengan keabsahan dalam
menjalankan setiap amalan yang di lakukan
berkaitan dengan ilmu hadits yakni ilmu Mustalah al-Hadits.
Pada perkembangan
selanjutnya, oleh ulama mutaqaddimin ilmu hadits ini di pecah menjadi dua,
yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah. Pengrian yang di ajukan oleh
ulama mutaqaddimin itu sendiri,oleh ulama mutaakhirin di masukkan ke dalam
pengertian hadits dirayah.
a.
Ilmu Hadits
Riwayah
Yang di maksud dengan ilmu hadits
riwayah ialah:
اَلْعِلْمُ الَّذِ ى يَقُؤْمُ عَلَىْ نَقْلِ مَا اُضِيْفَ اِلَى
اَلَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم مِنْ قَؤْلٍ اَوْ فِعْلٍ اَوْ تَقْرِيْرٍ
اَوْ صِفَةٍ خَلْقِيَةٍ نَقْلاً دَقِيْقًا مُحَرَّرًز
“ Ilmu pengtahuan
yang mempelajari hadits-hadits yang di sandarkan kepada nabi SAW, baikberupa
perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at maupun tingkah lakunya.
Obyek ilmu hadits riwayah adalah bagai mana cara menerima,
menyampaikan kepada orang lain, dan meemindahkan atau mendewankan. Demikian
menurut pendapat as-suyuthi. Dalam enyampaikan dan membukukan hadits
hanya di sebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan maupun sanadnya.ilmu
ini tidak membicarakantentang syadz (kejanggalan) dan ‘ilat (kecacatan) matan hadits.begitu pula
ilmu ini tidak membahas tentang kualitas para perawi, bai keadilan, kedhabitan
atau kefasikan.adapun faidah mempelajari ilmu hadits riwayah adalah untuk
menghindari adanya penuqilan yang salah dari sumbernya yang pertama yaitu Nabi
SAW.
b.
Ilmu Hadits Dirayah
Ilmu Hadits
Dirayah biasa juga di sebut ilmu mustalahul hadits, ilmu ushul
hadits, ulum alhadits, dan qawa’id al hadits. At-tirmidzi mendefinisikan
ilmu ini dengan:
قَوَانِيْنُ تُحَدُّ يَدْرِي بِهَا اَحْوَالُ مَتْنٍ وَ سَنَدٍ وَ
كَيْفِيَةٍ الَّتَّحَمُّلِ وَالاَدَاءِ وَ صِفَاةٍ الرِّجَلِ وَ غَيْرِ ذَلِكْ.
“
undang-undang atau kaidah-kaidah unuk mngetahui keadaan sanad dan
matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi dan lain-lain.”
Ibnu al akfani
mendefinisikan ilmu ini sebagai berikut:
عِلْمٌ يُعْرَفُ مِنْهُ حَقِيْقَهُ الِّوِيَةِ وَ شُرُوْتُهَا وَ
اَنْوَاعُهَا وَ اَحْكَامُهَا وَ حَالُ الرُّوَاةِ وَ شُرُوْتُهُمْ وَ اَصْنَافُ
اَلمَرْوِيَاتِ وَمَا يَتَعَلَّقُ بِهَا.
“Ilmu pengetahuan untuk
mengetahui hakikat periwaytan, syarat-syarat, macam-macan, dan hukum-hukumnya
serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-syaratnya, macam-macam
hadits yang di riwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya”.
C.
Cabang-cabang Ilmu
Hadits
Dari ilmu hadits Riwayah dan Dirayah ini,pada perkembangan
berikutnya, muncullah cabang-cabang ilmu hadits lainnya,seperti ilmu rijal
al-hadits, ilmu al-jarh wa al-ta’dil, ilmu tarikh
al-ruwah, ilmu ‘ilal al-hadist, ilmu al-nasikh wa al-mansukh,
ilmu asbab wurud al-hadits, ilmu mukhtalif al-hadist, secara singka
cabang-cabang di atas akan diuraikan berikut ini.
a.
Ilmu Rijal
al-Hadist
Ilmu Rijal al-Hadits ialah:
عِلْمٌ يُعْرَفُ
بِهِ رُوّاَةٌ الْحَدِيْثِ مِنْ حَيْثُ
اَنَّهُمْ رُوَاةٌ لِلحَدِيْثِ.
“Ilmu untuk mengeahui
para perawi hadits dalam kapasitasnya sebagai perawi hadits”.
Ilmu ini sangat penting keduduannya
dalam lapangan ilmu hadits,hal ini karena, sebagaimana di ketahui, bahwa obyek
kajian hadits pada dasarnya ada dua hal,yaitu matan dan sanad. Ilmu Rijal
hadits ini lahir bersama-sama dengan periwayatan hadits dalam islam dan
meengambil porsi khusus untuk mempelajari persoalam-persoalan diskitar sanad.[2]
b.
Ilmu al-jarh
wa at-ta’dil
Ilmu
al-jarh, secara bahasa berarti’ luka, cela, cacat’, aalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari kecacatan para perawi, sepeti pada keadilan dan kedhabitannya. Para
ahli hadits mendefinisikan al-jarh dengan:
الطِّعْنُ
فِي رَاوِي الْحَدِيْثِ بِمَا يَسْلُبُ اَوْ يُخَلُّ بِعَدَالَتِهِ اَوْ ضَبْطِهِ.
“ Kecacatan
perawi hadits di sbabkan oleh suatu yang dapat merusak keadilan atau kedhabitan
perawi”.
Sedangan
at-ta’dil, yangsecara bahsa berarti at-taswiyah(menyamakan), menurut istilah
berarti:
عضكْسُهُ
هُوَ تزْكِيَةُ الرَّاوِى وَالْحُكْمُ علَيْهِ بِاَنَّهُ عَدْلٌ اَوْ ضَابِطٌ.
“Lawan dari al-jahr,
yaitu pembersihan atau pensucian perawi dan ktetapan, bahwa ia adi atau
dhabit”.
Ilmu
jarh wa at-ta’dil ini digunakan untuk menetapkan apakah periwayatan seorang
perawi itu dapat di terima atau harus di tolak sama sekali. Apabila seorang
rawi”di jarh” oleh para ahli sebagai rawi yang cacat, maka periwayatannya harus
di tolak. Sebaliknya, bila di puji maka hadistnya di terima Selma syarat-syarat
yang lain memenuhi.
Adapun
informasi jarh dan ta’dilnya seorang rawi dapat dikethui melali dua jalan, yaitu:
1.
Popularitas
para perawi di kalangan para ahli ilmu bahwa mereka di kenal sebagai orang
yangadil, atau raw yang mempunyai ‘aib. Bagi yang sudah terkenal di kalangan
ahli ilmu tentang keadilannya, begitu juga dengan perawi yang di kenal dengan
kefasikannya atau dustanya maka tidak perlu lagi di persoalkan.
2.
Berdasarkan
pujian atau pe- tajrih-an dari rawi lain yang adil. Bila seorang rawi yang adil
men-ta’dilkan seorang rawi yang lain yang belum di kenal keadilannya, maka di
anggap cukup dan rawi tersebut menyandang gelar adil dan periwayatannya bias di
terima. Begitu juga dengan rawi yang di-tajrih. Bila seorang rawi yang adil
telah men-tajrihnya maka periwayatannya menjadi tidak bias di terima.
Sementara
orang yang melakukan ta’dil dan tajrih harus memenuhi syarat sebagai berikut:
berilmu pengetahuan, taqwa, wara’, jujur,menjauhi sifat fanatik pada golongan
dan mengetahui ruang ingkup ilmu jarh dan ta’dil ini.
c.
Ilmu tarikh
ar-ruwah
Ilmu tarikh
ar-ruwah ialah:
اَلْعِلْمُ
الَّذِى يُعْرَفُ يِرُوَاةِ الْحَدِيْثِ مِنَ النَّاحِيَةِ الَّتِى تَتَعَلَّقُ
بِرِوَايَتِهِمْ لِلْحَدِيْثِ
“Ilmu untuk
mengetahui para perawi hadits yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka
terhadap hadist”.
Dengan ilmu ini akan di ketahui
keadaan dan identitas para perawi, seperti kelahiranya, wafatya, guru-gurunya,
masa atau waktu mereka mendengar hadits dari gurunya,siapa orang yang
meriwayatkan hdits darinya, tempat tinggal mereka, tempat mereka mengadakan
lawatan,dan lain-lain.
Jadi ilmu tarikh al-ruwah mrupakan
senjata yang ampuh untuk mengeahui keadaan rawi yang sebenarnya, terutama untuk
membongkar kebohongan para perawi.
d.
Ilmu “Ilal
al-Hadist
Adapun yang di
maksud dengan ilmu ‘ilal al-hadits menurut muhaddisin, adalah:
Kata ‘ilal adalah bentuk jama’ dari kata “al-illah” yang
menurut bahasa berarti “al-maradh”(penyakit atau sakit). Menurut
almuhadditsin, istilah illah berarti sebab yang tersembunyi atau
samar-samar yang berakibat tercemarnya hadits.akan tetapi yang kelihatan adalah
kebalikannya yakni tidak terlihat ada yang kecacatan.
عِلْمٌ يُبْحَثُ عَنِ الْاَسْبَابِ الْخَفِيَةِ الْغَامِضَةِ مِنْ
حَيْثُ اَنَّهَا تَقْدَحُ فِى صِحَّةِ الْحَدِيْثِ
كَوَصْلِ مَنْقَطِعٍ وَرَفْعِ مَوْقُوْفٍ وَاِدْخَالِ حَدِيْثٍ فِى حَدِيْثٍ وَمَا
شَبَهَا ذَلِكْ
“Ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi, yang dapat
mencacatkat kesahihan hadis, seperti mengatakan mutashil kepada hadits
yang munqathi’, menyebut marfu’ tehadap hadits yang mauquf
, memasukkan hadits kedalamhadits lain,
dan hal-hal yang seperti itu.[3]
e.
Ilmu an-Nasikh
wa al-Mansukh
Yang di maksud dengan ilmu al-nasikh wa al- mansukh dis sini, ialah terbatas di sekitar nasikh dan
mansukh pada hadist.
Kata al mansukh menurut bahasa mempunyai dua pengertian,al-izalah
(menghilangkan)dan an-naql ( menyalin).
Pengertian an-naskh menurut bahasa seperti ini di jumpai di alam
al-qur’an, antara lain firman Allah SWT:
مَا
نَنْسَخْ مِنْ اَيَةٍ اَوْ نُنْسِهَا نَاْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا اَوْ مِثْلِهَا
اَلَمْ تَعْلَمْ اَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.
“Ayat
mana saja yang ksmi nasakhkan, atau kami jadikan(manusia) lupa kepadanya, kami
datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadalah
kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu.(QS.al-Baqarah(2):106)”
Sedangkan nasakh menurut istilah, sebagai mana pendapat ulama ushul
adalah:
رَفْعُ
الشَّارِعِ حُكْمًا شَرْعِيٍّ مُتَرِاخٍ عَنْهُ.
“Syari’
mengangkat(membatalkan) sesuatu hukum syara’ dengan menggunakan dalil syar’I
yang dating kemudian”.
Adapun yang di maksud dengan ilmu nasikh dan mansukh dalam haadist
ialah:
اَلْعِلْمُ الذِّى يُبْحَثُ عَنِ الْاَحَادِيْثِ الْمُتَعَرِضَةِ
التَّى لاَيُمْكِنُ التَّوْفِيْقِ بَيْنَهَا مِنْ حَيْثُ الْحُكْمِ عَلَى بَعْضِهَا
بِاَنَّهُ نَاسِخٌ وَعَلَى بَعْضِهَا الاَخَرِ بِاَنَّهُ مَسُوْخٌ فَمَاثَبَتَ
تَقَدُّمُهُ كَانَ مَنْسُوْخًا وِمِا ثَبَتَ تَاَخُّرُهُ كَنَا سِخًا.
“Ilmu yang membahas hadist-hadist yang berlawanan yang tidak memungkinkan
untuk di pertemukan, karena materi(yang berlawanan) yang pada akhirnya
terjadilah saling menghapus, dengan ketetapan bahya yang datang terdahulu di
sebut mansukh dan yang datang kemudian di namakan nasikh”.
Untuk mengetahui nasakh dan mansukh ini bias melalui beberapa cara:
1.
Dengan
penjelasan dari nash atau syar’isendiri, yang dalam hal ini adalah Rasul SAW.
2.
Dengan
penjelasan dari para sahabat
3.
Dengan
mengetahui tarikh keluarnya hadits serta sebab wurud hadist, dengan demikian
akan di ketahui mana yang dating lebih dulu dan mana yang dating kemudian.
f.
Ilmu Asbab
Wurud al-Hadits
Kata asbab
adalah jama’ dari sabab. Menurut ahli bahasa di artikan dengan”al-habl”(tali)
saluran, yangartinya di jelaskan sebagai:”segala yang meghubungkan satu benda
dengan benda yang lainnya”.
Menurut istilah
adalah:
كُلُّ
شَيْءٍ يَتَوَصَّلُ بِهِ اِلَى غَايَتِهِ.
“segala sesuatu yang
mengantarkan pada tujuan”.
Ada juga yang mendefinisikan dengan: “suatu jalan menuju
terbentuknya suatu hukum tanpa adanya pengaruh apapun dalam hukum itu”.
Sedangkan
kata wurud bias berarti sampai, muncul, dan mengalir seperti:
الْمَاءُ الذِّى يُوْرَدُ.
“Air yang memancar, atau air yang mengalir”.
Dalam pengertian yang lebih luas, Al-Syuyuti merumuskan
pengertian asbab wurud al-hadist dengan: “sesuatu yang membatasi arti suatu
hadits, baik yang berkaitan dengan arti umum atau khusus, mutlak atau muqayyad,di
nasakhan atau seterusnya”atau “ sesuatuarti yang di maksud oleh sebuah hadits
saat kemunculannya”.
Dari uraian pengertian tersebut, asbab wurud al-hadits dapat
di beri pengertian yakni “ Suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang
sebab-sebab Nabi SAW menurunkan sabdanya dan waktu beliau menuturkan itu”.[4]
g.
Ilmu Garib
al-Hadits
Menurut ibnu Al-Shalah, yang di maksud dengan Garib al-Hadits
ialah:
عِبَارَةٌ عَمَّا وَقَعَ فِى مُتُوْنِ الْاَحَادِيْثِ مِنِ
الْاِلْفَاظِ الْغَامِضَةِ الْبَعِيْدَةِ مِنَ الْفَهْمِ لِقِلَّةٍ
اِسْتِعْمَالِهَا.
“ngkapan dari
lafazh-lafazh yang sulit daan rrumit untuk di fahami yang terdapat dalam matan
hadits karena( lafazh tersebut) jarang di gunakan”.
Memahami makna kosa kata (mufrodat) matan hadits adalah
merupakan lngkah pertama untuk memahami suatu hadits dan untuk istinbath hukum.
Oleh karena itu ilmu ini akan banyak menolong untuk menuju ke pahaman tersebut.
Ada beberapa cara untuk menafsirka hadits-hadits yang mengandung
lafazh ang garib ini, di antaranya:
1.
Dengan hadits
ysng sanadnya berlainan dengan matan yang mngandung lafazh garib tersebut.
2.
Dengan
penjelasan dari para sahabat yang meriwayatkan hadits atau sahabat yang lain
yang tidak meriwayatannya, tapi paham akan makna garib tersebut.
3.
Penjelasan dari
rawi selain sahabat.
h.
Ilmu at-tashif
wa at-tahrif
Ilmu at-tashif wa at-tahrif, adalah ilmu pengetahuan yang
berusaha menerangkan tentang hadits-hadits yang sudah di ubah titik atau
syakalnya (musahhaf) dan
bentuknya (muharraf).
Suatu contoh, dalam suatu riwayat di sebutkan bahwa salahseorang
yang meriwayatkan hadits dari Nabi SAW dari bani sulaimah, adalah ‘Utbah ibn
Al-Bazr, padahal yang sebenarna adalah ‘Utbah
ibn Al-Nazhr. Dalam hadits ini terjadi perubahan sebutan Al-Nazhr menjadi
Al-Bazr.
i.
Ilmu Mukhtalif
al-Hadits
Ilmu Mukhtalif al-Hadits, ialah:
اَلْعِلْمُ الذِّى يُبْحَثُ فِى الْاَحَادِيْثِ التىِّ ظَاهِرُهَا
مُتَعَارِضٌ فَيَزِيْلُ تَعَارُضَهَا اَوْ يُوْفِقُ بَيْنَهَا كَمَا يَبْحَثُ فِى الْاَحَادِيْثِ
التىَّ يُشْكِلُ فَهْمَهَا اَوْ تَصَوُّرَهَا فَيُدْفَعُ اِشْكَالُهَا وَيُوْضَحُ
حَقِيْقَتُهَا.
“Ilmu yang membahas hadits-hadis yang menurut lahirnya bertentangan
ata berlawanan,kemudian pertentangan tersebut di hilangkan atau dikompromikan antara
keduanya, sebagaimana membahas hadits-hadits yang sulit di pahami kandungannya,
dengan menghilangkan kesulitannya serta menjelaskan hakikatnya”.
Hadits-hadits yang
bertentangan akan dapat di atasi dengan menghilangkan pertentangan di maksud.
Begitu juga kemusykilan yang terlihat dalam suatu hadits, akan seger dpat di
hilangkan dan di temukan hakikat dari kandungan hadits tersebut.
Jadi ilmu ini
berusaha untuk mempertemukan (talfiq al-hadits) dua atau lebuh hadits
yang bertentangan maknanya. Adapun cara-cara mengkompromikan hadits tersebut
adakalanya dengan mentaqyid kemutlakan hadits, men takhshish keumumannya,
atau ada kalanya dengan memlih sanad yang lebih kuat atau yang lebih bnanyak
datangnya. Ilmu ini sangat di butuhkan
oleh ulama hadits, ulama fiqih, dan lain lain.
D.
Sejarah
Penghimpunan Hadits
1. Hadits Dalam Priode Pertama ( Masa Rasul)
Rasul hidup di tengah-tengah masyarakat
sahabatnya. Merka dapat bertemu dan bergaul dengan beliau secara bebas. Tak ada
protocol-protokolan yang menghalangi meraka bergaul dengan beliau. Yang tidak
dibenarkan, hanyalah meereka langsung [5]
masuk kerumah Nabi, dikala beliau tak ada
dirumah. Yakni tak boleh mereka terus masuk kerumah dan berbicara dengan para
isteri Nabi, tanpa hijab.[6]
Seluruh
peerbuatan Nabi, demikian juga seluruh ucapan dan tutur kata beliau
menajdi tumpuan perhatian para sahabat. Segala gerak gerik beliau mereka
jadikan pedoman hidup.
Kabilah-kabilah yang tinggal jauh dari kota
madinah selalu mengutuus salah seorang anggotanya pergi mandatangi Nabi untuk
mempelajari hukum-hukum agama. Dan sepulang mereka kekampungnya, mereka segera
mengajar kawan-kawannya sekampung.
Rasul juga pernah marah katika beliau
menyuruh para sahabat untuk mencukur rambut dihudaibiyah. Mula-mulanya mereka
tidak mau menuruti. Sesudah Nabi sendiri mengerjakannya, barulah mereka
menurutinya. Apabila tak dapat berkata terus terang dalam memberikan sesuatu
penjawaban, Nabi meminta isterinya menerangkan soal itu dengan
sejelas-jelasnya.
a. Para sahabat tidak sederajat dalam
mengetahui keadaan rasul
Semua sahabat, umumnya menerima hadist dari
Nabi saw. para sahabat tidak sederajat dalam mengetahui keadaan Rasul saw. Ada
yang tinggal dikota, didusun berniaga, bertukang. Ada yng sering berada dikota,
ada pula yang sering bepergian, ada yang terus menerus beribadat, tinggal
dimesjid, tidak memperoleh kerja. Dan Nabi pun tidak selalu mengadakan “ceramah
terbuka”. Tempo-tempo saja beliau melakukan yang demikian.
Ceramah terbuka diberikan beliau hanya pada
tiap-tiap hari jum’at , hari-hari raya dan waktu-waktu yang tidak ditentukan
jika keadaan menghendaki.
Artinya: “ Nabi selalu mencari waktu-waktu
yang baik buat memberikan pelajaran, supaya kami tidak bosan kepadanya.
b. Para sahabat yang banyak menerima
pelajaran dari nabi
-yang mula-mula masuk islam yang dinamai
”as-sabiqunal awwalun” seperti Khulafa empat dan Abdullah ibnu Mas’ud
-yang selalu berada disamping Nabi dan
bersungguuh-sungguuh menghafalnya, seperti Abu Hurairah. Dan yang mencatat
seperti Abdullah ibn Amar ibn ‘Ash.
-yang lama hidupnya sesudah Nabi, dapat menerima hadist dari sesama
sahabat , sepeerti Anas ibn Malik dan Abdullah ibn Abbas.Yang erat
perhubungannya dengan Nabi, yaitu: Ummu hatu’i mu’minin, seperti Aisyah dan
Ummu salamah.
c. Sebab-sebab Hadits Tidak ditulis
Setiap-tiap Nabi Menyebutkanya
semua
penulis sejarah Rasul, ulama hadits dan umat islam mendapat penetapan bahwa Al-Qur’an
mendapat perhatian penuh dari Rasul dan dari para sahabat. Hadits dan sunnah
walaupun dia satu sumber yang penting pula dari sumber-sumber tasyri’ tidak
memperoleh perhatian yang demikian. Dia tidak di tulis secara resmu, dan tidak
di printahkan orang menulisnya, seperti di perintahkan menulis Al-Qur’an.
Perbedaan-perbedaan
perhatian dan tidak membukukan hadits di sebabkan oleh factor-faktor ini:
1.
mentadwinkan ucapan-ucapanya,amalan- amalannya,
muamalah muamalahnya, adalahsuatu keadaan yang sukar kareana memerlukan ada
golngan sahabat yang terus menerusbersama Nabi untuk menulis segala yang
tersebut di atas padahal orang-orang yang dapat menulis pada masa itu dapat di
hitung.
2.
Karena orang arab disebabkan tidak pandai menulis, dan
membaca tulisan kuat berpegang kepada kekuatan hafalan dalam segala yang mereka
ungun menghafalnya.
3.
Karna di hawatirkan akan bercampur dalam catatan
bagian sabda Nabi dengan Al-Qu’an dengan tidak di sengaja, khawatir
sabdasabdaNya akan bercampur dengan sabda Nabi.
Nabi SAW bersabda:
لاَ تَكْتُبُوْا عَنِّى غضيْرَالْقُرْاَنِ, وَمَنْ كَتَبَ عَنِّى غَيْرَالْقُرْاَنِ
فَلْيَمْحُهُ.
“ jangan anda tulis apa yang anda dengar
padaki, selain dari Al-Qur’an. Barang siapa yang telah menulis sesuatu selain
dari pada Al-Qur’an, hendaklah di hapuskan”
2. Periode ketiga khulafaurrasyidin (membatasi/menyedikitkan
riwayat)
a. Hadits di masa Abu Bakar dan Umar
Para sahabat, sesudah wafat Rasul tidak
vberdiam di kota madinah. mereka pergi kekota-kota lain.dengan demikian
mulailah berkembang riwayat dalam kalangan tabi’in.
Pada
masa itu, riwayat hadist permulaan masa
sahabat itu, masih terbatas sekali. Di sampaikan kpada yang memerlukamn saja,
belum bersifat pelajaran.
b. Cara-cara sahabat meriwayatkn hadits
Cara sahabat meriwayatkan hadits ada dua:
1. Adakalanya dengan lafal asli, yakni menurut lafal yag mereka terima dari
Nabi yang mereka hafal benar lafal dari
Nbi itu.[7]
2. Adaklanya dengan maknanya saja, yakni
mereka meriwayatkan maknanya bukan lafalnya , karna mereka tidak hafal lafal
yang asli dari Nabi SAW.[8]
Yang penting dari hadis ialah : isi” bahasa
dan lafal, boleh di susun dengan kata-kata lain, asal isi telah ada dan sama.
3
Hadits di masa Utsman dan ‘Ali
a. Sebab-sebab para sahabat tidak membukukan
hadits dan mengympulkannya dalam sebuah
buku
Kata Asy Syaikh Abu Bakr Ash Shiqilly dalam
fawaidnya menurut ibn Basykual: sebenarnya para sahabat tidak mngumpulkan
sunnah-sunnah Rasulullah dalam sebuah mushaf sebagaimana mereka telah
mengu,pulkan Al-Qur’an karena sunnah-sunnah itu telah tersebar dalam masyarakat
dan tersembunyi yang di hafalnya dari apa yang dihafalnya. Karena itu,ahli-ahli
sunnah menyerahkan urusan penukilan
hadits kepeda hafalan-hafalan mereka saja, tidak sebagai Al-Qur’an yang tidak
mereka serahkan penulisannya kepada yang demikian.
Sekira mereka sanggup menulis sunnah-sunnah
Nabi sebagai mana mereka telah sanggup menulis Al-Qur’an dengan di labithnya,
tentulah mereka mengumpulkan sunnah-sunah itu mereka takut, jika mereka
tadwinkan apa yang tidak mereka perselisihkan saja,akan di jadilan apa yang di
bukukan pegangan yang kuat, serta di dustakan segala apa yang tidak masuk
kedalam buku itu.
3. Priode ketiga masa sahabat kecil dan
tabi’in besar
Sesudah masa Utsman dan ‘Ali timbullah usaha sungguh untuk mencri dan menghafal
hadits serta menebarkannya kedalam masayarakat luas dengaan mengdakan
perlawatan-perlawatan untuk mencri hadits.
Pada priode ini,mulailah perhatian di berikan terhadapnya dengan
sempurna. Memnag mulai lah di berikan perhatian yang sempurna kepada para
sahabat oleh para tabi’in.para tabi’in berusaha menjumpai para sahabat
ketempat-tempat yang jauh.
4. Priode keempat masa pengmpulan dan
pembukuan hadits
Pada masa
itu, di kla kendalikhalifah di pegang oleh khalifah Umar ibn Abdi Aziz yang di
nobatkan pada tahun 99 H.seorang khalifah dari dinasti amawiyah yang terkenal
adil dan wara’ sehingga beliau di pandang sebagai kulafaurrasyidin yang ke
lima, tergeraklah hatinya untuk membukukan hadits. Beliau sadar bahwa para
perawi yang membendaharakan hadits dalam dadanya, kian lama kian banyak yang
meninggal. Beliau khawatir jika tidak segela di bukukan dari prawinya,
mungkinlah hadits-hadits itu akan lenyap dari permukaan bumi di bawa bersama
orang-orang penghafal kealam barzah.
Untuk menghasilkn maksud mulia itu pada
tahun 100 H khalifah meminta kepada gubernur madinah, Aby Bakr ibn Muhammad ibn
Amer ibn Hazim ( 120 H) yang menjadi guru mamar, Al Laits, Al Auza’y, Malik,
Ibnu Ishaq dan Ibnu Abi Dzibin supaya membukukan hadits rasul yang terdapat ada
penghafal wanita yang terkenal, yaitu :Amrah bint Abdirrahman ibn Saad ibn
Zurahrah ibn ‘Ades, seorang ahli fiqih
murid Aisyah ra. (20 H= 642 M -98 H= 716 M atau 106 H=724 M) dan hadits hadits
yang ada pada Al Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakr Assiddieq.
5. Hadits dalam masa kelima, masa mentashihkan
Hadits dan penyusunana kaidah-kaidahnya
Ahli abad ketiga di ketika mereka bangkit mengumpulkan hadits,
mereka mengasingkan hadits dari fatwa-fatwa itu, mereka bukukan hadits saja
dalam buku hadits. Akan teetapi satu kekurangan pula yang harus kita akui,ialah: mereka tidak memisah misahkan hadits. Yakni mereka mencampur adukkan hadits sahih
dan hadits hasan dan hadits dhaif. Segala hadits yang mereka terima, mereka
dewankan dengan tidak menerangkan kesahihannya,
atau kehasanannya atau kedhaifannya.
Pentashihkan
dan peringkasan hadits, atau memisahkan
yang sahih dari yang dhaif dengan mempergunakan syarat-syarat pentashihan.
E.
Kitab-kitab
yang Membahas tentang Ulumul Hadits
1. Kitab al-Muwatta’ Imam Malik
Imam Malik yang memiliki nama lengkap Abu Abdullah Malik ibn Anas
ibn Malik ibn Abi Amir ibn Amr ibn al-Haris ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn
al-Haris al-Asbahi al-Madani. Imam Malik dilahirkan di kota Madinah, dari
pasangan suami-istri Anas bin Malik dan Aliyah binti Suraik, bangsa Arab Yaman.
[9]
Isi kitab ini
menghimpun hadis-hadis Nabi, pendapat sahabat, Qaul Tabi’in, Ijma’ Ahlul
Madinah dan pendapat Imam Malik. Menurut Fuad Abdul Baqi, al-Muwatta’ memuat
1824 hadits. [10]
2. Kitab Musnad Ahmad Ibn Hanbal
Nama asli penyusun kitab ini ialah Ahmad bin Muhammad ibn Hanbal
al-Syaibany dilahirkan di Baghdad tepatnya di kota Maru/Merv, pada bulan
Rabi’ul awl tahun 164 H atau Nopember 780 Masehi. Nama lengkapnya Ahman ibn
Muhammmad ibn Hanbal ibn Hilal ibn Asad ibn Idris ibn ‘Abdillah bin Hayyan ibn
‘Abdillah bin Anas ibn ‘Awf ibn Qasit ibn Mazin ibn Syaiban ibn Zulal ibn
Ismail ibn Ibrahim. Dengan kata lain, beliau keturunan Arab dari suku banu
Syaiban .
Sebuah kitab
dinamakan kitab Musnad apabila penyusunnya memasukkan semua hadits yang pernah
ia terima, dengan tanpa menyaring dan menerangkan derajat hadis-hadis tersebut.
Pengertian lain dari kitab musnad ialah kitab yang hadis-hadis didalamnya
disebutkan berdasarkan nama sahabat yang lebih dahulu masuk Islam atau
berdasarkan nasab.
3.Kitab Al-Sahih Al-Bukhari
Imam Al-Bukhari
nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Isma’il ibn Ibrahim ibn
al-Mugirah ibn Bardizbah al-Ju’fi al-Bukhari. Dilahirkan pada hari Jum’at 13
Syawal 194 di Bukhara, dan meninggal pada 30 Ramadhan tahun 256 H pada usia 26
tahun. Ayahnya adalah seorang ulama hadits yang pernah belajar dibawah
bimbingan sejumlah tokoh termasyhur saat itu seperti Malik ibn Anas, Hammad ibn
zaid dan Ibn Mubarak.
Ishaq Ibn Ruhawaih
salah seorang guru Imam al-Bukhari pernah berwasiat kepadanya “Hendaklah engkau
menyusun sebuah kitab yang khusus berisi sunnah Rasul yang sahih.” Wasiat
keinginan gurunya inilah yang mendorong dan mengilhami Imam al-Bukhari untuk
menyusun sebuah kitab yang berbeda dari kitab-kitab yang telah disusun oleh
ulama sebelumnya, yaitu dengan cara hanya membukukan hadis-hadis yang sahih
saja. Untuk itu kitab susunannya ia beri judul dengan nama al-Jami’ al-Musnad
al-Sahih al-Mukhtasar min Umur Rasullullah Saw wa Sunanih wa Ayyamih.
4.Kitab Sahih Muslim
Kitab Sahih Muslim
penyusunnya ialah Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz
al-Qusyairi al-Naisaburi, atau yang dikenal dengan Imam Muslim. Beliau
dinisbatkan kepada Naisaburi karena dilahirkan di Nisabur, sebuah kota kecil di
Iran bagian timur laut. Ia dilahirkan pada tahun 204 H=820 M.
Kitab himpunan
hadits sahih karya Muslim ini judul aslinya ialah al-Musnad al-Sahih
al-Mukhtasar min al-Sunan bi al-Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ‘an Rasulullah Saw.,
namun lebih dikenal dengan nama al-Jami’ al-Sahih atau Sahih Muslim.
Secara eksplisit
Dr.’Ajjaj Al-Khatib menyatakan bahwa jumlah hadits dalam Sahih Muslim dengan
tidak termasuk yang diulang-ulang (gair mukarrar) ada 3.030 hadits, sedangkan
jumlah seluruhnya termasuk yang diulang-ulang atau yang melalui (seluruh jalur)
sanad yang berbeda-beda memuat sekitar 10.000 hadits.
5.Kitab Sunan Abu Dawud
Nama lengkap Abu
Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad
bin Imran al-Azdi al-Sijistani. Beliau dilahirkan di Sijistani suatu kota di
Basrah pada tahun 202 H. sebagai ulama mutaqaddimin yang produktif,beliau selalu memanfaatkan
ilmunya untuk ilmu dan ibadah. Namun sayangnya informasi kehidupan Abu Daud di
masa kecilnnya sangat sedikit. Sedangkan masa dewasanya banyak riwayat
menyatakan bahwa beliau termasuk ulama hadits yang terkenal.
Kitab Sunan Abu
Dawud di susun berdasarkan bab-bab fiqih yang di mulai dengan bab al-taharah
dan di akhiri bab al-adab. Di dalamnya, hanya memuat hadits-hadits yang marfu’
yakni bersumber dari Nabi SAW dan hadits lainnya mawquf dan maqtu’
tidak di muat.
6. Kitab Sunan al-Tirmizi
Imam al-Tirmizi
memiliki nama lengkap Abu ‘Isa Muhammad ibn ‘isa ibn Saurah ibn Musa ibn
al-Dahhak al-Sulami al-Bugi al-Tirmizi.namun beliau lebih popular dengan nama
Abu ‘Isa bahkan dalam kitab al-jami’ al-Shahihnya ia sellu memakai nama
Abu ‘Isa. Sebagian ulama sangat membenci sebutan Abu ‘Isa mereka menyandarkan
argumennya dari hadits Abu Sayibah yang menerangkan bahwa seorang pria tidak di
perkenankan memakai nama Abu ‘Isa, karena ia tidak mempunyai ayah.
Kitab al-Jami’
al-Sahih ini memuat bebagai permasalahan pokok agama, yaitu : al-aqa’id
(akidah). Al-riqaq (budi luhur), adab (etika), al-tafsir (tafsir
al-Qur’an) al-tarikh wa al-syi’ar (sejarah
dan jihad nabi) al-syamil (tbi’t), al-fitan (fitnah), dan
al-manakib dan al-masalib. Oleh sebab itu kitab hadits ini di sebut dengan
kitab al-jami’.[11]
7. Sunan al-Nasa’i
Imam al-Nasa’I nama lengkapnya adalah Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin
Sinn bin Bahr bin Dinar, dan di beri gelar Abu Abd al-Rahman al-Nasa’i. Beliau
di lahirkan pada tahun 215 H di kota Nasa’ yang masih trmasuk wilayah khurasan.
Kepada tempat kelahiran beliau inilah namanya di nisbahkan.di kota nasa’ ini
bliau tumbuh melalui masa kanak-kanknya, dan disini juga beliau memulai
aktifitas pendidikannya dengan mulai menghafal al-Qur’an dan menerima berbagai
disiplin keilmuan dari guru-gurunya.
Dalam menyebutkan
hadits didalam kitabnya, al-Nasa’i tidak menyebutkan satu hadits pun dari orang
yang nota bene di tolak periwayatannya oleh ulama-ulama hadits dan tidak
mempercayai periwayatannya, sehingga dengan demikian kitabnya hanya berisis
hadits sahih, hasan dan dhoif.khusus dalam kitab hadits al-Sunan (dikenel
dengan Sunan an-Nasa’i) yang merupakan ringkasandan seleksi dari kitab al-Sunan
al-kubra, tidak terdapat hadits yang berkualitas dha’if dan kalaupun ada, itu
sangat kecil jumlahnya dan sangat jarang sekali.
8. Kitab Sunan Ibn Majah
Ibn Majjah hidup pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah yakni
pada masa pemerintahan Khalifah al-Makmun (198 H.\ 813 M.) sampai akahir
pemerintahan al-Muqtadir (295 H.\908 M) beliau meninggal dalam 74 tahun, usia
tepatnya pada hari Selasa tanggal 22
Rramadhan tahun 273 H. informasi tentang Ibn Majjah ketika keecil sampai dewasa
tidak banyak di temukan di beberapa literature, ketrangan yang ada hanya
menunjukkan bahwa Muhammad ibn yazid memulai karir academia ketika masih keecil
di desa Qazwin.
Kitaab ini
menyajikan berbagai hadits yang di riwyatkan oleh sahabat secara urut dan dapat
memudaahkan dalam mencari dan mengetahui jumlah hadist yang di riwayatkan oleh
sahabat tertentu.
9. Kitab Sunan Al-Darimi
Nama lengakap penyusun kitab Sunan al-Darimi adalah ‘Abdurrahman
ibn Abdirrahman ibn al-Fadhl ibn Bahran ibn ‘Abdis Shamad. Kunyah adalah Abu
Muhammad. Ia juga di nisbahkan kepada al-Tamimiy, yaitu qabilah di mana ia
bernaung, juga di nisbahkan dengn al-Darimi, yaitu nisbah kepada Darim ibn
Malik dari bani tamim. Di samping itu, ia juga di nisbahkan dengan
al-Samaqandi, yaitu tempat di mana ia lahir dan bertempat tinggal. Samarkand
adalah suatu daerah di seberang sungai di wilayah Irak. Ia di lahirkan pada
tahun wafatnya ibn al-Mubarak, yaitu pada tahun 181 H di kota Samarkand.[12]
Iamam al-Darimi
meninggal dunia pada hari Tarwiyah tahun 255 H setelah shalat ashar. Ia di kubur
pada hari jum’at yang bertepatan dengan hari Arafah. Ketika meninggal ad-Darimi
umurnya telah mencapai 75 tahun. Kitab hadsis karya al-Darimi berjudul
“al-Hadits al-Musnad al-Marfu’ wa al-Mawquf wa al-maqtu’. Kitab ini di sususn
dengan menggunkan sistematika penyusun berdasarkan pada bab-bab fiqh. Sehingga
karenanya kitab hadits ini lebih populer dengan “Sunan al-Darimi.
10. Kitab Al-Sagir
Al-Baihaqi
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ahmad ibn Husain ibn ‘Aliy ibn Abd
Allah ibn Musa al-Baihaqi. Ia di lahirkan pada bulan sya’ban tahun 384 H di
desa Khasraujird, daerah Baihaq. Baihaq adalah salah satu daerah yang terletak
di Naisabur. Sedangkan Naisabur adalah salah satu kota utama wilayah Khurasan
yang banyak menghasilkan ulama. Naisabur pertama kali di kuasai umat islam pada
masa umar ibn al-Khatab di bawah panglima al-Ahnaf ibn Qays.
Kitab al-Sunan
al-Sagir oleeh al-Baihaqi di peruntukan bagi orng orang yang telah benar
akidahnya. Dalam muqaddimah kitab, al-Baihaqi menytakan bahwa kitabnya terseabut
memuat tentang berbagai hal yang harus di lalui oleh mereka yang telah lurus
aqidahnya, yaitu memuat tentang ibadah, muamalah, munakahat, hudud, siyar,
hukumat. Kitab ini juga di maksudkan oleh al baihaqi sebagai bayan secara
ringkas terhadap mazhab-mazhab ahlussunnah wal jama’ah dalam mengamalkan
syari’ah.
11. Kitab Sahih Ibn Khuzaimah
Ibn Khuzaimah nama lnengkapnya ialah Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin
Khuzaimah al-Naisaburi. Ia lahir pada bulan safar 223 H=838 M di Naisabur
(nisapur), sebuah kota kecil di Khurasan, yang sekarang terletak di bagian
timur laut Negara Iran. Beliau wafat dalam usia kurang lebih 89 tahun pada
malam sabtu tanggal 2 zulqa’dah 311 H/924 M.
Kitab ini di susun
dengan cara imla’ di mana ibn Khizaimah sang guru mendiktekan sejumlah
hadits-hadits ke muridnya. Hadits yang di muat dalam kitab tersebut sebanyak
3079 hadits dan di sajikan dalam 4 jilid.
12. Al-Mustadrak’Ala Al-Sahihaini Al-Hakim Al-hakim yang
memiliki nama lengkap Abu ‘Abdullah Muhmmad bin Abdullah bin Muhammad bin Hamdun
bin Hakam bin Nu’aim bin al-bayy’i al-Dabbi al-Tahmani al-Naisaburi di lahirkan
di Naisabur pada hari Senn 12 Rabi’ul awwal 321 H. beliau sering dibsebutdengan
Abu Abdullah al_Hakim al-Naisabur atauibn al-Bayyi’ atau al-Hakim Abu Abdullah,
untuk menghindari kekeliruan nama al-Hakim lain yang sama. Pada bulan Safar 405
H, atas ketetuan sang pencipta, al-Hakim menghembuskan nafanya yang terakhir,
memenuhi panggilannya.
Kitab tulisan
al-Hakim di namakan al-Mustadrak artinya di tambahkan atau di susulkan atas
kesahian. Al-Hakim menamakan demikin, karena berasumsi bahwa hadits-hadits yang
di susun dalam kitabnya merupakan hadits-hadits sahih atau memenuhi syarat
kesahihan Bukhari dan Muslim, dan belum tercantum dalam Sahih Bukhari maupun
Sahih Muslim. Kitab ini tersususn dalam 4 jilid besar yang bermuatan 8.690
hadits. Kitab karya al-Hakim ini termasuk kategori kitab al-Jami’, karna muatan
haditsnya terdiri dari berbagai dimensi akidah, syarii’ah, akhlak, tafsir,
sirah, dsb.
13. Kitab Al-Mu’jam al-Sagir al-Tabarani Al-Sahihaini Al-Hakim
Nama lengkap beliau adalah Sulaiman bin Ahmad bin Ayub bin Muthair
al-Lakhmi al-yamani al-Tabrani.
Kunyahnya Abu al-Kasim. Beliau di lahirkan di Akka pada tahun 260 H, bulan
Safar, di tengah-tengah keluarga yang terhormat dari kabilah Lakhm suku Yaman
yang berimigrasi ke Quds (palestina) dan menetap di sana. Al-Tabarani meniggal
di Asfahan pada 28 zulqa’dah tahun 360 H dalam usia seratus tahun sepuluh
bulan.
Dalam terminology
ilmu Hadits, kitsb Mu’jam adalah kitab-kitabHadist yang di susun berdasarkan
musnad-musnad sahabat, guru-gurunya,
Negara atau lainnya, dan umumnya susunan nama-nama sahabat itu
berdasarkan urutan huruf hija’iyah. Menurut Hasbi As-Siddiqy, kitab Mu’jam
ialah kitab yang di dakamnya di sebut hadits menurut nama guru ( syekh hadits),
atau menurut negeri tempat guru yang meriwayatkan hadits atau menurut kabilah
dan di susun secara huruf abjad.
14. Kitab Al-umm Al-Syafi’i
Nama lengkap
al-Syafi’I adalah Muhammad bin Idris bin Abbad bin Utsman bin Syafi’I ibn Sa’ib
bin Ubaid bin Abu Yazid bin Hakim bin Mutallib bin Abdu Manaf. Pada Abdul Manaf
lah nasab al-Syafi’I bertemu dengan Rasulullah SAW. Ia di lahiirkan pada tahun
150 H. di tengah-tengah keluarga miskin di palestina sebuah perkampungan [13]orang-orang
Yaman. Ayahnya meninggal saat ia masih sangat kecil, kemudian ibunya membawaya
ke Makkah.
Kitab ini satu
sisi merupakan kitab fiqih terbesar dan tiada tandingannya di masanya. Kitab
ini membahas berbagai persoalan lengkap dengan dalil-dalilnya, baik dari al-Qur’an al-Sunnah, Ijma’ dan
Qiyas. Isi kitab ini adalah sebagai bukti keluasan ilmu al-Syafi’I dalam bidang
fiqih. Sedang di sisi lain juga di sebut dengan kitab Hadits karena dalil-dalil
hadits yng iya kemukakan menggunakan jalur periwayatan tersendiri sebagaiman
layaknya kitab kitab Hadits.
15. Kitab Al-Kafi Al-Kulaini
Al-Kafi di karang oleh Siqat al-Islam Abu Ja’far Muhammad bin
ya’kub bin Ishaq al-Kulaini al-Razi. Bliau dilahirkan disebuah dusun Kulain di
Ray Iran oleh karenanya ia di sebut dengan al-Kulaini atau Kulini. Tahun
kewafatannya, yaitu tahun 328 H al-Kulaini di kebumikan di pintu masuk Kuffah.
Al-Kafi merupakan kitab hadits yang
menyuguhkan berbagai persoalan pokok agama (ushul), cabang-cabang (furu), dan
sebagainya yang jumlahnya sekitar 16.000 hadits. Kitab tersebut menjadi
pegangan utama dalam mazhab Syi’ah dalam mencari hujjah keagamaan. Bahkan
diantara mereka ada yang mencukupkan atas kitab tersebut dengan tanpa melakukan
ijtihat sebagaimana terjadi dikalangan ahbariyun.[14]
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari
pembahasan yang kami bahas pada bab sebelumnya kami memperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
Pengertian ilmu hadits adalah ilmu
yang berkaitan dengn periwayatan suatu berita yang dinyatakan sebagai hadits
yang berasal dari Nabi SAW.untuk mengetahui kualitasnya.
DAFTAR FUSTAKA
Drs.Munzier
Supatra M.A T.M,2006 Ilmu hadits Jakarta Raja Grafindo Persada
Hasby
Ash-Shiddiqy T.M 1980 Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta bulan
bintang
M.Abdurrahman
Studi Kitab Hadits
http//ikkaw.
Blogspot.com2014/03/makalah-ulumul-hadits-pengertian.html|?m=1
[1] Drs. Munzier
Suparta. M.A Ilmuhadits (Jakarta:Rajag rafindo persada,2006 )hal23-25
[2] Drs. Munzier Suparta. M.A Ilmuhadits
(Jakarta:Rajag rafindo persada,2006 )hal30-31
[3] Drs. Munzier Suparta. M.A Ilmuhadits
(Jakarta:Rajag rafindo persada,2006 )hal33-36
[4] Drs. Munzier Suparta. M.A Ilmuhadits
(Jakarta:Rajag rafindo persada,2006 )hal38-41
[5] Drs. Munzier Suparta. M.A Ilmuhadits
(Jakarta:Rajag rafindo persada,2006 )hal 42
M. Hasbi Ash Shiddieqy Sejarah penganarilmuhadits (jakarta: bulan
bintang,1976)hal 47
[6] M. Hasbi Ash Shiddieqy Sejarah
penganarilmuhadits (jakarta: bulan bintang,1976)hal 52-53
[7] M. Hasbi Ash
Shiddieqy Sejarah penganarilmuhadits (jakarta: bulan bintang,1976)hal 59-63
[8] M. Hasbi Ash
Shiddieqy Sejarah penganarilmuhadits (jakarta: bulan bintang,1976)hal 68-69
[9] M. Hasbi Ash
Shiddieqy Sejarah penganarilmuhadits (jakarta: bulan bintang,1976)hal 78
M. Abdurrahman Studi kitabhadits hal 1-2
[13] M. Abdurrahman
Studi kitabhadits hal 260-286
[14] M. Abdurrahman
Studi kitabhadits hal 305
Komentar
Posting Komentar