Memaknai Perpisahan
Sumber : Ahmad
Rifa'i Rif'an, Ya Allah Dia BUKAN Jodohku KETIKA MENCINTAI TAK BISA
MENIKAHI, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2015).
*isi dari tulisan ini adalah murni kutipan dari buku tersebut di atas.
*isi dari tulisan ini adalah murni kutipan dari buku tersebut di atas.
Bayangkan, seseorang yang sudah menikah
tetapi mencintai orang lain, padahal orang yang dicintainya itu sudah menikah.
Saya menemui cerita seperti itu berkali-kali dalam kehidupan nyata, baik yang
saya saksikan sendiri maupun dari cerita beberapa sahabat yang mengalami
permasalahan tersebut.
Mungkin awalnya kita tidak pernah menduga orang yang sudah puluhan
tahun hidup bersama masih berpotensi untuk berpisah. Namun, itu kerap kali kita
saksikan di sekitar kita, banyak orang yang usianya sudah dewasa tetapi masih
berpisah juga.
Yang perlu kita pahami adalah bagaimana memaknai sebuah
perpisahan. Prinsip yang kita pegang, setiap pertemua di dunia ini pasti akan
diakhiri dengan perpisahan. Ini berlaku pada setiap orang. Yang berbeda mungkin
hanya berapa lama mereka bersama dan dengan cara apa mereka dipisahkan. Itu
saja.
Ada yang hidup bersama beberapa bulan, tetapi karena
ketidaksetujuan keluarga akhirnya terpisah. Ada yang bisa hidup bersama hingga
berhasil memasuki jenjang pernikahan, tetapi di tengah kehidupan rumah tangga
ternyata ada permasalahan yang membuat mereka bercerai. Ada yang mampu melewati
bahtera rumah tangga, tetapi harus berpisah karena ajal.
Begitulah, perpisahan adalah sesuatu yang mutlak dan tidak bisa
dihindari oleh manusia, sekuat apapun mereka mencoba mempertahankan. Perpisahan
pasti terjadi, tidak ada satupun manusia yang mampu menolaknya.
Dengan pemahaman seperti itu, insya Allah, kita tidak mudah
kecewa, mengeluh dan bersedih. kalaupun bersedih, kesedihan itu tidak akan
bertahan terlalu lama karena jiwa kita sudah siap menyambut perpisahan itu.
Bersedih atas kepergian orang yang dicintai itu hal wajar. Bahkan sehebat
Rasulullah saja bersedih ketika orang-orang yang beliau cintai diambil oleh
Allah. Setelah tiga tahun Rasulullah dan Bani Hasyim diboikot dibidang ekonomi
dan sosial, akhirnya pemboikotan yang sangat tidak berperikemanusiaan itupun
berakhir.
Namun, ujian kepada Rasulullah masih berlanjut. Tak lama setelah kejadian
itu, Abu Thalib yang merupakan paman Rasulullahh, meninggal dunia. Keberadaan Abu
Thalib sangat penting dalam perjalanan dakwah Rasul, karena beliau selalu
membela Rasulullah. Meninggalnya Abu Thalib adalah ujian yang sangat berat bagi
beliau. Sebab, pamannya itu juga merupakan ayah angkatnya yang memelihara
Muhammad sejak kecil.
Tidak cukup sampai di situ, beberapa hari setelah Abu Thalib
meninggal, istri tercinta Rasulullah, Khadijah, juga meninggal dunia. Bagi
Rasulullah, Khadijah bukan hanya pendamping hidup, tetapi juga pembela dakwah
Rasulullah. Selama ini Khadijah tak enggan untuk mengorbankan seluruh
kekayaannya dalam membela dakwah Rasulullah.
Rasulullah sangat sedih dengan kematian paman dan istrinya,
sehingga dalam sejarah Islam, kita mengenal tahun itu dengan sebutan ‘Amul huzn atau tahun kesedihan.
Jadi, wajar bersedih atas kepergian seseorang yang kita sayangi. Hanya
saja, kita harus menyadari bahwa perpisahan adalah realitas kehidupan yang
wajar. Jangan sampai terlalu larut dalam kesedihan hingga kehilangan semangat menggapai
masa depan yang lebih baik.
Terimalah perpisahan ataupun kehilangan sebagai sebuah paket. Kita
pernah merasakan nikmatnya pertemuan, suatu ketika kita akan mengalami sedihnya
perpisahan. Pertemuan dan kehilangan adalah dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan. Terimalah keduanya dengan lapang dada.
Perkua fondasi spiritual, sehingga kita mampu menerima segala hal
yang terjadi dalam kehidupan kita sebagai sebuah ketentuan dari Allah. Jiwa kita
percaya bahwa setiap kejadian pasti menyimpan rahasia yang luar biasa. Jika sulit
merenungkannya, cukup percayai bahwa pastia ada hikmah yang akan terungkap dari
kehilangan maupun perpisahan.
Berpisah dengan seseorang mungkin menyedihkan. Namun, pastikan
kita tidak pernah kehilangan CINTA Allah. Jangan sampai kita merugi dua kali. Kerugian
pertama, kita berpisah dengan orang
yang kita cintai. Kerugian kedua, kita
kehilangan CINTA Allah.
Komentar
Posting Komentar