Artikel "Penjelasan Sejarah"
Nama : Muhammad Abizar Al-Gifary
NIM : 1501210392
PENJELASAN SEJARAH
(Historical Explanation)
Penjelasan sejarah ialah usaha membuat unit
sejarah intellegible (dimengerti secara cerdas).
Sejarah adalah ilmu yang mandiri. Mandiri,
artinya mempunyai filsafat ilmu tersendiri, permasalahan sendiri, dan
penjelasan sendiri.
Secara umum, filsafat sejarah didefinisikan
sebagai cabang dari ilmu sejarah yang mempelajari dan menyelidiki teori-teori
tentang proses sejarah umat manusia secara keseluruhan tanpa dibatasi oleh
ruang dan waktu. Pertama kali istilah filsafat sejarah berasal dari Voltaire
(1694-1778), dalam bukunya yang berjudul La philosophie de I’Histoire.
Namun sebagai cara berpikir, filsafat sejarah sudah mulai ada sejak adanya
filsuf yang berpikir tentang sejarah.[1]
“Sejarah tak hanya pengetahuan, tetapi juga
menyangkut kesadaran”, “sejarah adalah proses penghamparan dari cita
kemanusiaan yang tertinggi”, demikian kira-kira kata seorang filosof.[2]
SEJARAH: MENAFSIRKAN, MEMAHAMI, MENGERTI. Wilhelm Dilthey (1833-1911) membagi
ilmu menjadi dua, yaitu ilmu tentang dunia “luar” atau Naturwissenschaften
(ilmu-ilmu alam) dan ilmu tentang dunia “dalam” atau Geisterswissenschaften
(ilmu-ilmu manusiaan, humanities, human studies, cultural
sciences). Dalam ilmu-ilmu kemanusiaan dimasukkannya sejarah, ilmu ekonomi,
sosiologi, antropologi sosial, psikologi, perbandingan agama, ilmu hukum, ilmu
politik, filogi dan kritik sastra.
SEJARAH: MEMANJANG DALAM WAKTU, TERBATAS DALAM
RUANG. Ada satu aspek sejarah
yang dilupakan Dilthey: sejarah adalah proses, sejarah adalah perkembangan.
Untunglah, kekurangan itu dalam perjalanan disiplin ilmu sejarah digenapi –
diantaranya – oleh John Galtung dalam Theory and Method of Social Research.
Menurut Galtung, sejarah adalah ilmu diakronis,
sebab sejarah meneliti gejala-gejala yang memanjang dalam waktu, tetapi dalam
ruang yang terbatas. Sedangkan ilmu sosial yang lain adalah ilmu sinkronis,
sebab meneliti gejala-gejala yang meluas dalam ruang, tetapi dalam waktu yang
terbatas.
SEJARAH: MENUTURKAN GEJALA TUNGGAL. Sejarah, sebagaimana sosial science
yang lain, mempunyai penceritaan (description) dan penjelasan (explanation).
Namun sejarah berbeda dengan ilmu sosial yang lain. Dal;am penceritaan, sejarah
bersifat menuturkan gejala tunggal, sedangkan ilmu sosial yang lain menarik
hukum umum.
Dalam sejarah historiografi, ada rapprochement
antara ilmu sejarah dan ilmu sosial, sehingga penjelasan tentang hakekat ilmu
sejarah di atas tidak sepenuhnya berlaku. Namun demikian, hakekat ilmu sejarah
sangat perlu diketahui justru agar kita mengetahui betul bahwa ilmu sejarah
mempunyai raison deter sendiri.
Kalau diperhatikan, sejarah historiografi
modern atau sejarah (dari) penulisan sejarah modern, yang telah mempergunakan
metode kritis itu, disamping penghalusan teknik penelitian dan munculnya
ilmu-ilmu bantu baru itu, terdapat pula dua gejala lain. Pertama, ialah makin
terbukanya ilmu sejarah terhadap konsep-konsep yang dikembangkan oleh ilmu-ilmu
sosial dan kemanusiaan lain. Kedua, makin berkembangnya “cabang-cabang ilmu
sejarah” atau “disiplin perantara”, yang menuntut keahlian khusus, di samping
ilmu sejarah kritis secara konvensional dikenal. Kedua proses yang tidak
bersifat eksklusif ini tentu saja sangan dibantu atau didorong oleh perkembangan
ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan umumnya.[3]
Dalam
historiografi India sangat kaya setelah masuknya agama Islam ke India pada
akhir abad ke-12. Suatu tradisi penulisan sejarah yang sudah berkembang baik
diperkenalkan, dan selama enam abad lebih suatu cabang historiografi Islam
menguasai Asia Selatan. Ciri-=ciri utama dari
penulisan Islam ini sama dengan historiografi Islam di Persia, Afrika
Barat, dan Afrika Utara. Historiografi
ini tetap terikat pada kepentingan-kepentingan kekuasaan ortodoks dan cenderung
untuk mengabdi pada Tuhan dan kumuniti Islam. Karya-karya ini juga ditujukan
pada pendidikan moral dan agama melalui kisah-kisah nabi-nabi, kalif—kalif,
sultan-sultan, dan orang-orang besar dari kalangan agama maupun pemerintahan.[4]
Sehubungan dengan jenis ilmu, peganglah tigal
hal berikut: 1) penjelasan sejarah adalah hermeneutics dan verstehen,
menafsirkan dan mengerti; 2) penjelasan sejarah adalah penjelasan tentang waktu
yang memanjang; dan 3) penjelasan sejarah adalah penjelasan ttentang peristiwa
tunggal.
Kiranya tidak perlu lagi ditekannya bahwa semua
penjelasan sejarah harus didukung oleh data yang otentik, terpercaya, dan
tuntas. Selanjutnya, bila disederhanakan, kaidah-kaidah penjelasan sejarah
ialah:
1. Regularity (keajekan, keteraturan, konsisten).
Dimaksudkan sebagai cara menjelaskan hubungan kausal antarperistiwa. Kalau regularity
yang aslinya adalah penjelasan antarperistiwa yang mengandung prediksi
sejarah menjadi penjelasan dalam-peristiwa (inner coherence). Artinya,
secara ajek gejala-gejala muncul di mana saja terjadi suatu peritiwa.
2. Generalisasi. Generalisasi adalah persamaan karakteristik
tertentu. Dalam hal ini, yang dimaksud ialah generalisasi konseptual
sebagaimana terdapat di dalam setiap intellectual construct, baik dalam
ilmu sejarah maupun ilmu sosial lain.
Ada yang disebut generalisasi kausal atau hukum
sejarah. Ada lagi generalisasi kausal atau hukum sejarah yang disebut “Covering
Law Model” (hukum yang serba mencakup).
3. Inferensi Statistik, Metode Statistik. Inferensi statistic dan metode statistic
menjadi andalan dalam generalisasi. Keduanya akan muncul dalam penjelasan
sejarah kuantitatif.
4. Pembagian Waktu dalam Sejarah. Pembabakan waktu dalam sejarah akan muncul
dalam penjelasan sejarah dengan periode-periode. Pertama, ialah waktu
sejarah yang jampir-hampir tak berubah, yaitu waktu geografis (sejarah jangka
panjang, longue duree). Kedua, di atas permukaan sejarah yang
hampir-hampir tak berubah itu, ada waktu sosial (siklus jangka pendek, conjuncture).
Ketiga, sejarah bergerak cepat dan silih-berganti, itulah yang disebut
sebagai sejarah peristiwa-peristiwa.
5. Narrative History. W.H. Wallsh mengatakan bahwa sejarah adalah
sebuah colligation (mengikat bersama) dari sebuah urutan (sequence).
Dalam model ini masalah kausalitas dan penjelasan sejarah dengan bantuan teoori
sisal dikesampingkan.
6. Multi-Interpretable. Bahwa ilmu sejarah yang dipahami sebagai
menafsirkan, memahami,dan mengerti, cukup menjelaskan adanya subjektivisme dan
relativisme dalam penjelasan sejarah.
Sejarah adalah ilmu yang terbuka. Maka
sejarawan harus jujur, tidak menyembunyikan data, dan bertanggung jawab
terhadap keabsahan data-datanya.
Komentar
Posting Komentar