Aliran Rekonstruksionisme Dalam Filsafat Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahun 1930-an adalah sebuah dekade krisis. Depresi dunia
yang meluas telah melumpuhkan bangsa-bangsa kapitalis secara ekonomi,
totalitarianisme telah bangkit di Eropa dan Asia, dan gejolak sosial adalah
sebuah fenomena yang mencolok di Amerika. Bagi beberapa pengamat di Amerika,
hal itu menunjukan bahwa demokrasi itu sendiri tampaknya berada pada detik
terakhir, para pengamat ini pun mencatat bahwa depresi tahun 1930-an tidaklah
sebuah persoalan kekurangan pangan atau kebutuhan material. Bahkan terjadi
kelimpahan hal-hal tadi. Depresi tersebut di gambarkan secara tepat sebagai
sebuah kelaparan di tengah kemakmuran. Persoalan bangsa Amerika lebih terpusat
pada perindustrian kekayaan dan bahan makanan dari pada memproduksinya. Pada
awal dekade tiga puluhan, sektor bisnins sebagian lumpuh dan para politikus
tampak tidak sanggup menghadapi bencana ekonomi yang meluas ini.
Dalam konteks semacam itu George S. Count mengembangkan
sebuah pendekatan yang ‘meriah’ terhadap pendidikan lewat pidato-pidato
provokatif yang pada tahun 1932 diterbitkan dengan tajuk Dare The School
Build a New Social Older? (Beranikah Sekolah Membangun Sebuah Tatanan
Sosial Baru?). Count mengajak para pendidik untuk membuang mentalitas budak
mereka, agar secara hati-hati menggapai kekuatan dan kemudian berjuang membentuk sebuah
tatanan sosial baru yang didasarkan pada sistem ekonomi kolektif an prinsip-prinsip politik demokratis. Ia
menyeru kalangan profesional pendidikan untuk mengorganisir diri dari tingkat
Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) dan menggunakan kekuatan
terorganisir mereka untuk kepentingan-kepentingan masyarakat luas.
Kecenderungan pemikiran tesebut memunculkan sebuah
kebalikan dari peran tradisional sekolahdari sebgai pengalih budaya yang
bersifat fasif menuju ke sebagai agen reformasi kemasyarakatan yang bersifat
aktif . dekade 1930-an menampilkan sekelompok orang yang terkenal sebagai
‘Pemikir Terkemuka’ berada di sekililing Counts dan Harold Rugg di universitas
Columbia. Ide-gagasan mereka secara luas mencakup aspek-aspek sosial dari
pemikiran progresesif Dewey. Landasan filosofis rekonstruksionisme memang pada
pragmatisme.
Perode pasca perang dunia memperlihatkan munculnya suatu
arah baru pada rekonstrusionisme melalui karya Theodore Brameld. Beberapa karya
Brameld yang sangat bepengaruh adalah Patterns of Educational Philosophy (1940),
Toward a Reconstructed Philosophy of Education (1956) dan Education as
Power (1965).[1]
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Aliran Rekonstruksionisme dalam
Filsafat Pendidikan?
2. Ciri-Ciri
Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme serta Prinsip-Prinsip Rekonstruksionisme tersebut ?
3. Bagaimana Peran-Peran Aliran
Rekonstruksionisme?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui mengenai Aliran Rekonstruksionisme
dalam Filsafat Pendidikan.
2. Untuk mengetahui apa saja ciri-ciri Aliran Filsafat Pendidikan
Rekonstruksionisme serta prinsip-prinsip Rekonstruksionisme tersebut.
3. Untuk mengetahui peran-peran Aliran
Rekonstruksionisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aliran Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme berasal dari kata reconstruct yang
berarti menyusun kembali. Dalam konteks
filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan
yang bercorak modern.[2]
Filsafat pendidikan
Rekonstruksionisme merupakan variasi dari filsafat progressivisme, yang
menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus diperbaiki. Mereka bercita-cita
mengkonstruksi
kembali kehidupan manusia secara total. Semua
bidang kehidupan harus diubah dan dibuat baru. Aliran yang ekstrim ini
berupaya merombak tata susunan masyarakat lama dan membangun tata susunan hidup
yang baru sama sekali, melalui lembaga dan proses pendidikan. Proses belajar
dan segala sesuatu bertalian dengan pendidikan tidak banyak berbeda dengan
aliran progressivisme.
Rekonstruksionisme dalam suatu
prinsip sependapat dengan perennialisme bahwa ada satu kebutuhan amat mendesak
untuk kejelasan dan kepastian bagi kebudayaan zaman modern sekarang, yang
sekarang mengalami ketakutan, kebimbangan dan kebingungan. Tetapi aliran
rekonstruksionisme tidak sependapat dengan cara dan jalan pemecahan yang
ditempuh filsafat perennialisme. Berbeda dengan perennialisme yang memilih
kembali ke dalam
kebudayaan abad pertengahan, maka rekonstruksionisme berusaha membina suatu
consensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan
tertinggi dalam kehidupan manusia. Rekonstruksionisme berusaha mencari
kesepakatan semua orang tentang tujuan yang dapat mengatur tata kehidupan
manusia dalam suatu tata susunan baru seluruh lingkungannya. Dengan perkataan
lain rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama, dan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru, melalui lembaga dan proses
pendidikan.
Tujuan ini hanya mungkin diwujudkan
melalui usaha kerjasama, kerjasama semua bangsa-bangsa. Penganut aliran ini
yakin bahwa telah tumbuh kesadaran dan consensus seperti dimaksud diseluruh
dunia, mereka percaya bahwa telah ada hasrat yang sama dari bangsa-bangsa
tentang cita-cita yang tersimpul dalam ide rekonstruksionisme. Hari depan dari
bangsa-bangsa ialah suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara
demokratis bukan dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis,
bukan dunia yang dikuasai suatu golongan. Cita-cita demokrasi yang
sungguh-sungguh ini tidak hanya dalam teori, melainkan harus menjadi kenyataan,
terlaksana dalam praktek. Hanya dengan demikian dapat pula diwujudkan suatu
dunia yang dengan potensi-potensi teknologi mampu meningkatkan kesehatan,
kesejahteraan dan kemakmuran, keamanan dan jaminan hokum bagi masyarakat tanpa
membedakan warna kulit, nasionalitas, dan kepercayaan.
Lebih lanjut, ia adalah suatu dunia
dimana kedaulatan nasional berada dalam pengayongan, atau subordinate, dari
kedaulatan dan otoritas internasional. Secara ringkas aliran rekonstruksionisme
bercita-cita untuk mewujudkan dan melaksanakan sintesa atau perpaduan ajaran
Kristen dan demokrasi modern dengan teknologi modern dan seni modern didalam
suatu kebudayaan yang dibina bersama oleh seluruh kedaulatan bangsa-bangsa
sedunia. Rekonstruksionisme mencita-citakan terwujudnya suatu dunia baru,
dengan kebudayaan baru dibawah suatu kedaulatan dunia, dalam control mayoritas
umat manusia. Dengan lain perkataan aliran rekonstruksionisme adalah aliran
yang menghendaki agar anak didik dapat
dibangkitkan kemampuannya untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan
tuntunan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh
dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan penyesuaian seperti ini anak didik
akan tetap berada dalam suasana aman dan bebas.[3]
B. Ciri-Ciri Aliran Filsafat Pendidikan
Rekonstruksionisme
1. Promosi
pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkai dengan penyelesaian
problema social yang signifikan.
2. Mengkritik
pola life adjustment (perbaikan tambal-sulam).
3. Pendidikan
perlu berfikir tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
4. Pesimis
terhadap pendekatan akademis, tetapi lebih focus pada penciptaan agen perubahan
melalui pertisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan.
5. Pendidikan
berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam
aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya.
6. Learning
by doing (belajar sambil bertindak).
C. Prinsip-Prinsip Rekonstruksionisme
Masyarakat dunia sedang dalam kondisi krisis, jika
praktik-praktik yang ada sekarang tidak dibalik (di ubah secara mendasar), maka
peradaban yang kita kenal ini akan mengalami kehancuran.
Disini akan dipaparkan prinsip rekonstruksionisme lebih
lanjut:
a. Solusi efektif
satu-satunya bagi persoalan-persoalan dunia kita adalah penciptaan tatanan sosial
yang menjagat.
Kerja sama yang menyeluruh dari semua bangsa
adalah satu-satunya harapan bagi penduduk dunia yang berkembang terus yang
menghuni dunia dengan segala keterbatasan sumber daya alamnya.
Menurut rekonstruksionisme, umat manusia
sekarang hidup dalam masyarakat dunia yang mana kemampuan teknologinya dapat
membinasakan kebutuhan material semua orang.
b.
Pendidikan formal menjadi agen
utama dalam rekonstruksi tatanan sosial
Kritik-kritik rekonstruksi sosial menandaskan
bahwa Brameld dan kolega-koleganya memberikan kepercayaan yang sangat besar
terhadap kekuatan guru dan pendidik lainnya untuk bertindak sebagai instrumen
utama perubahan sosial.
Kalangan rekonstruksionis melihat sekolah
sebagai agen kekuatan utama yang
menyentuh kehidupan seluruh masyarakat, karena ia menyantuni anak-anak didik
selama usia mereka yang paling peka.
c. Metode-metode
pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokratis yang bertumpu pada kecerdasan ‘asali’ jumlah
mayoritas untuk merenungkan dan menawarkan solusi yang valid bagi persoalan-persoalan
umat manusia
Beberapa pengamat memberikan catatan bahwa
rekonstrusionisme mempunyai kepercayaan besar terhadap kecerdasan dan kemauan
baik manusia sesuatu yang oleh beberapa kalangan disebut sebagai sebuah
kepercayaan utopis.
d.
Jika pendidikan formal adalah
bagian tak terpisahkan dari solusi sosial dalam krisis dunia sekarang, maka ia
harus secara aktif mengajarkan perubahan sosial
Pendidikan harus memunculkan kesadaran peserta
didik akan persoalan-persoalan sosial dan mendorong mereka secara aktif
memeberikan solusi. Kesadaran berani untuk mempertanyakan status quo dan
untuk mengkaji isu-su kontroversial dalam agama, masyarakat, ekonomi, politik,
dan pendidikan.
Masyarakat dunia yang ideal, menurt
rekonstruksionisme, haruslah” berada dibawah kontrol mayoritas warga masyarakat
yang secara benar meguasai dan menentukan nasib mereka sendiri.
Alvin
Toffler, mengatakan kita harus menciptakan sebuah sistem pendidikan
superinsdustrial. Maka dari itu, kita harus mencari tujuan –tujuan dan
metode-metode di masa akan datang , bukan justru dimasa lalu.[4]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Setelah kami mempelajari aliran ini, dapat disimpulkan
bahwa aliran rekonstruksionisme dalam filsafat pendidikan adalah suatu aliran
yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup
kebudayaan yang bercorak modern. Implikasi aliran ini melalui pendidikan dan
demokrasi untuk menghadapi krisis kehidupan dunia.
[2] Teguh wangsa gandhi HW, Filsafat pendididikan:
Mazhab-Mazhab filsafat pendidikan, (Jogjakarta : Ar-Ruzz media, 2011), Cet.
1, Hal.189
Komentar
Posting Komentar