Peningkatan Akhlak di Kalangan Remaja
Upaya Peningkatan Akhlak di Kalangan Remaja Muslim
melalui Pendidikan Agama Islam
Pendidikan
Islam dalam konteks dinamika sosial kultur masyarakat merupakan bidang kajian
yang sangat luas. Tetapi, di sini pendidikan diletakkan dalam konteks yang
bersifat makro, yaitu pendidikan Islam tidak mungkin mengisolir diri dari
perkembangan dan perubahan masyarakat dan memiliki kemampuan proyektif dalam
menangkap kecenderungan-kecenderungan yang akan terjadi di masa depan.
Persoalan yang muncul kemudian, bagaimana seharusnya pendidikan Islam
memposisikan dan memerankan dirinya dalam setiap perubahan yang sedang dan akan
terjadi. Berkaitan dengan problema tersebut di atas, serta melihat kondisi real
perubahan sosial yang diakibatkan oleh kemajuan iptek, budaya, pendidikan, dan
media massa. Kemajuan tersebut secara sistematis sangat berpengaruh pada ide,
norma, perilaku, hubungan sosial dan kelembagaan.
Islam
memandang bahwa remaja adalah obyek dan subyek pendidikan yang memerlukan
perhatian yang serius. Sebab, merekalah generasi masa depan harapan bangsa, dan
aset bangsa yang harus dijaga dan dipelihara sebaik- baiknya. Pendidikan dalam
Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju kedewasaan,
baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan
yang diemban sebagai seorang hamba di hadapan Khaliq-nya dan juga sebagai Khalifatu
fil ardh (pemelihara) pada alam semesta ini. Dengan demikian, fungsi utama
pendidikan adalah mempersiapkan generasi penerus (peserta didik) dengan kemampuan dan
keahliannya (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk
terjun ke tengah lingkungan masyarakat.[1]
Kata
akhlak merupakan bentuk jama’ (plural), ia berasal dari Bahasa Arab khuluqun
yang memiliki arti; sajiyyatun, tabi’atun atau ‘adatun yang artinya
karakter, tabiat, atau adat kebiasaan atau juga etika. Akhlak juga disebut dengan moral, dimana ia merupakan
satu kali tindakan manusia yang diulang secara terus-menerus, dan akhirnya
menjadi adat kebiasaan yang menyatu dalam diri pelaku.
Menurut Prof. Dr. Yunahar Ilyas, Lc., MA. menjelaskan
secara etimologis, akhlak adalah bentuk jama’ dari khuluq yang berarti budi
pekerti, perangai, tingkau laku, atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang
berarti menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq (pencipta), makhluq (yang
diciptakan) dan khalq (penciptaan).[2]
Akhlak
adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi
kepribadian hingga dari situlah timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara
spontandan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Akhlak akan sangat berkaitan dengan pola piker, sikap
hidup dan perilaku manusia.[3]
Al-Ghazali
memberikan kriteria terhadap akhlak, yaitu akhlak harus menetap
dalam jiwa dan perbuatan itu muncul
dengan
mudah tanpa memerlukan penelitian teriebih dahulu. Dengan kedua kriteria
tersebut, maka suatu amal itu memiliki korespondensi dengan faktor-faktor yang
saling berhubungan yaitu:
perbuatan baik dan keji, mampu menghadapi keduanya, mengetahui tentang
kedua hal itu, keadaan jiwa yang ia
cenderung
kepada salah satu dari kebaikan dan bisa cendrung kepada kekejian.[4]
Oleh sebab itu, peningkatan akhlak di kalangan remaja
muslim sangat perlu untuk diupayakan melalui proses pendidikan, terutama
melalui Pendidikan Agama Islam, karena kita ketahui bersama bahwa remaja
merupakan generasi penerus bangsa. Sehingga hal ini menjadi sesuatu yang sangat
urgent. Karena bagaimana mungkin suatu bangsa bisa menjadi bangsa yang
besar, bangsa yang dipandang, bangsa yang diakui, bangsa yang disegani oleh
bangsa lain, jika akhlak dari generasi penerusnya mengalami kebobrokkan.
Menurut al-Ghazali, ada dua cara dalam mendidik
akhlak, yaitu; pertama, mujahadah dan membiasakan latihan dengan amal
shaleh. Kedua, perbuatan itu dikerjakan dengan di ulang-ulang. Selain
itu juga ditempuh dengan jalan pertama, memohon karunia Illahi dan
sempumanya fitrah (kejadian), agar nafsu-syahwat dan amarah itu dijadikan
lurus, patuh kepada akal dan agama. Lalu jadilah orang itu berilmu (a'lim)
tanpa belajar, terdidik tanpa pendidikan, ilmu ini disebut juga dengan ladunniah.
Kedua, akhlak tersebut diusahakan dengan mujahadah dan riyadhah, yaitu
dengan membawa diri kepada perbuatanperbuatan yang dikehendaki oleh akhlak
tersebut. Singkatnya, akhlak berubah dengan pendidikan latihan.[5]
Adapun metode yang digunakan dalam pendidikan akhlak
ialah:
1.
Metode Keteladanan
Suatu metode
pendidikan dengan cara memberikan contoh
yang baik dalam hal ucapan maupun perbuatan.
2.
Metode
Pembiasaan
Pembiasaan dapat
dilakukan untuk membiasakan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, dan pola
pikir.
3.
Metode Memberi
Nasehat
Abdurrahman
Al-Nahllawi sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan nasihat adalah penjelasan kebenaran dan kemaslahatan dengan
tujuan menghindarkan orang yang dinasehati dari bahaya serta menunjukkannya ke
jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat.
4.
Metode Motivasi
dan Intimidasi
Prinsip yang
digunakanan dalam metode motivasi ialah prinsip yang mengutamakan suasana
menyenangkan dalam belajar. Sedangkan metode intimidasi dan hukuman baru
digunakan apabila metode-metode lain seperti nasihat, petunjuk dan bimbingan
tidak berhasil untuk mewujudkan tujuan.
5.
Metode Persuasi
Metode yang
digunakan untuk meyakinkan peserta didik tentang sesuatu ajaran dengan kekuatan
akal.
6.
Metode Kisah
Metode kisah
merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mendidik murid agar mengambil
pelajaran dari kejadian di masa lampau.[6]
Akhirnya apabila telah terbentuk akhlak yang baik
dalam diri seorang remaja muslim, maka banyak hal positif yang akan dihasilkan
sebagai buah manis dari aktualiasi akhlak tersebut. Di antaranya yaitu: akhlak
yang baik akan menghasilkan kepribadian muslim yang matang[7]; pula
akan mendatangkan kebahagiaan, karena pelajaran Agama Islam dan akhlak memiliki
hubungan positif dengan kebahagiaan.[8]
[1] Andi Anirah, Sitti
Hasnah, 2013, Pendidikan Islam dan Etika Pergaulan Usia Remaja (Studi pada Peserta Didik MAN 2 Model Palu), Jurnal
Penelitian Ilmiah, Vol. 1, No. 2.
[2] Andika
Saputra, 2014, Konsep Pendidikan Akhlakdan Implikasinya dalam Pendidikan
Agama Islam (Studi atas Pemikirian Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan Ibnu
Miskawaih), Skripsi.
[3] Nur
Azizah, 2011, Pelaksanaan Pendidikan Akhlak dalam Membentuk Kepribadian
Muslim (Studi Penelitian pada Kelas VIII MTs Al-Islamiyah Jakarta Barat), Skripsi.
[4] Enok
Rohayati, 2011, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan Akhlak, jurnal Ta’dib,
Vol. XVI, No. 01
[6] Op. Cit., Andika
Saputra, 2014, Konsep Pendidikan Akhlakdan Implikasinya dalam Pendidikan
Agama Islam (Studi atas Pemikirian Syed Muhammad Naquib Al-Attas dan Ibnu
Miskawaih), Skripsi.
[7] Op. Cit.,
Nur Azizah, 2011, Pelaksanaan Pendidikan Akhlak dalam Membentuk
Kepribadian Muslim (Studi Penelitian pada Kelas VIII MTs Al-Islamiyah Jakarta
Barat), Skripsi.
[8] Marcham Darokah, 2005, Peran Akhlak Terhadap
Kebahagiaan Remaja Islam, Humanitas: Indonesian Psychological Journal Vol. 2 No.1: 15 – 27.
Sangat kece sekali gan 👍👍
BalasHapus