Materi PAI Kelas VIII Semester II
Tugas Terstruktur Dosen Pengampuh
Materi PAI SMP dan SMA/SMK Nur Qomariyah, M. Pd. I.
Materi PAI Kelas VIII
Semester II
Disusun
Oleh:
KELOMPOK
IV
Mufida Rahmi 1501210301
Lalu Idris Efendi 1501210384
Muhammad
Abizar Al-Gifary 1501210392
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul “Materi PAI Kelas VIII
Semester II”. Atas dukungan moral dan materil yang
diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Ibu Nur Qomariyah, M. Pd. I.,
selaku dosen pengampu mata kuliah Materi
PAI untuk SMP dan SMA/SMK, yang telah memberikan
dorongan dan masukan kepada penyusun.
2. Teman-teman
yang telah membantu dalam proses penyusunan
makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa
makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Banjarmasin,Maret 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar……………………………………………..................................ii
Daftar Isi……………………………………………………................................iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar
Belakang…………………………………….....................................1
B. Rumusan
Masalah…………………………………....................................1
C. Tujuan
Penulisan…………………………………......................................1
BAB II Pembahasan
A. Hukum bacaan Mad dan Waqaf…………………………………………
2
B. Iman
kepada Rasul………………………………………………………. 6
C. Adab ketika makan dan
minum…………………………………………. 8
D. Sikap dendam dan munafik…………………………………………… 10
E. Hewan sebagai sumber
makanan………………………………………. 12
F. Kemajuan pengetahuuan
dalam sejarah Islam…………………………. 17
BAB III Penutup
A. Simpulan…………………………………………………………………...9
Daftar Pustaka.......................................................................................................vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan Agama Islam
merupakan suatu program dalam pendidikan yang mana dalam hal ini Pendidikan
Agama Islam memegang peranan penting dalam pembentukan aspek kognitif, afektif
maupun psikomotorik anak (pengetahuan, sikap, maupun mental)
Dalam upaya mensukseskan
upaya pembentukan ketiga aspek itulah, disusunnya makalah ini untuk membantu
memahami sebahagian dari materi Pendidikan Agama Islam yang harus diketahui,
dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
hukum bacaan Mad dan Waqaf ?
2. Apa
yang dimaksud dengan Iman kepada Rasul?
3. Bagaimana
adab ketika makan dan minum?
4. Apa
yang dimaksud dengan perilaku dendam dan munafik?
5. Bagaimana
hukum Islam mengatur hewan sebagai sumber makanan?
6. Bagaimana
kemajuan pengetahuuan dalam sejarah Islam?
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui hukum bacaan Mad dan Waqaf .
2. Untuk
mengetahui penjelasan Iman kepada Rasul.
3. Untuk
mengetahui bagaimana adab ketika makan dan minum.
4. Untuk
mengetahui pemaparan tentang perilaku dendam dan munafik.
5. Untuk
mengetahui bagaimana hukum Islam mengatur hewan sebagai sumber makanan.
6. Untuk
mengetahui bagaimana kemajuan pengetahuuan dalam sejarah Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum
Bacaan Mad dan Waqaf
1. Pengertian
Bacaan Mad
Mad secara bahasa
artinya panjang. Dalam ilmu tajwid, mad diartikan dengan membaca ayat-ayat
Al-Quran dengan panjang tertentu sesuai jenis dan letak madnya. Mad secara
garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu mad tabi’I dan mad far’i. Mad
tabi’i disebut juga mad asli, yaitu mad yang terjadi jika ada alif setelah
fathah, wau mati setelah dhommah dan ya mati setelah kasrah. Pengertian mad
far’i atau mad cabang, yaitu mad yang berasal dari mad asli, tetapi telah
mengalami perubahan karena sebab-sebab tertentu.
2. Macam-macam
Bacaan Mad
a. Mad
Tabi’i/Mad Asli
Mad
tabi’i berarti mad yang terjadi jika ada huruf alif setelah fathah, wau mati
setelah dhommah, dan ya mati setelah kasrah. Panjang bacaan madnya satu alif
atau dua harakat.
Contoh : وَالرُّوْحُ فِيْهَا
b. Mad
Wajib Muttasil
Mad
wajib muttasil adalah bertemunya mad tabi’i dengan hamzah dalam satu kata.
Panjang bacaan madnya satu atau dua sampai lima harakat.
Contoh :
تَنَزَّلُ الْمَلَئِكَةُ
c. Mad
Jaiz Munfasil
Mad
jaiz munfasil adalah bertemunya mad tabi’I dengan hamzah yang terdapat pada
kata selanjutnya (berbeda kata). Panjang bacaan madnya satu sampai tiga alif
atau dua sampai enam harakat.
Contoh :
إِنَّااَنْزَلْنَهُ
d. Mad
Lazim Musaqqal Kilmi
Mad
Lazim musaqqal kilmi adalah bertemunya mad dengan huruf bertasydid dalam satu
kata. Mad ini panjangnya tiga alif atau enam harakat.
Contoh :
وَلَاالضَّآلِيْنَ
e. Mad
Lazim Mukhaffaf Kilmi
Mad
lazim mukhaffaf kilmi adalah bertemunya
mad dengan huruf bersukun dalam dua kata. Cara membacanya panjang tiga alif
atau enam harakat.
Contoh :
اَلْئَنَ
f. Mad
Lazim Harfi Musyabba’
Mad
lazim harfi musyabba’ adalah mad dari huruf pada pembuka surah yang cara
membacanya sesuai dengan nama hurufnya. Mad ini panjangnya tiga huruf atau enam
harakat.
Contoh :
آلمّ
g. Mad
‘Arid Lissukun
Mad
‘arid lissukun adalah mad tabi’i yang bertemu dengan huruf hijaiyah hidup yang
dibaca waqaf. Mad ini panjangnya satu sampai tiga alif atau dua sampai enam
harakat.
Contoh ;
الْعَلَمِيْنَ
h. Mad
‘Iwad
Mad iwad adalah mad yang terjadi karena
berhenti (waqaf) pada kalimat yang berharakat fathahtain. Panjangnya dua
harakat.
Contoh :ضَبْحًا
i.
Mad Tamkin
Mad
tamkin adalah mad yang terjadi jika ada يْ (ya sukun) yang di dahului oleh huruf ي berharakat kasrah atau وْ(wau sukun) didahului oleh و berharakat dhommah. Panjangnya satu
alif atau dua harakat.
Contoh :النَّبِيِّيْنَ
j.
Mad Silah
Mad
silah adalah mad yang terdapat pada kata ganti (damir) hu atau hi
yang selalu dibaca panjang dua harakat.
Contoh :بِهِ
Akan tetapi, damir tersebut tidak boleh
dibaca panjang jika didahului atau bertemu dengan huruf mati.
Contoh :وَعَلَيْهِ
k. Mad
Lazim Mukhaffaf
Mad
lazim mukhaffaf adalah huruf-huruf pada permulaan surah yang dibaca panjang dua
harakat.
3. Pengertian
Bacaan Waqaf
Waqaf secara bahasa
artinya berhenti. Membaca Al-Quran dengan waqaf, artinya jika dalam ayat-ayat
Al-Quran ada tanda waqaf, cara membacanya harus berhenti. Selain waqaf, ada
juga wasal. Wasal artinya terus dibaca atau bersambung. Membaca Al-Quran dengan
wasal artinya jika ada tanda baca wasal, cara membacanya diteruskan atau
disambung dengan kalimat berikutnya. Tanda waqaf dan wasal ini sering disebut
dengan nama tanda-tanda waqaf.
4. Macam-macam
Bacaan Waqaf
a. Waqaf
Lazim, tandanya م di atas kalimat atau ayat. Kita
harus berhenti pada kata atau kalimat yang terdapat tanda itu di atasnya.
b. Waqaf
Jaiz, tandanyaج
di
atas ayat atau kalimat. Kita boleh berhenti pada kata yang terdapat tanda itu
atau boleh diteruskan.
Contoh :
c. Waqaf
Mustahab, tandanya قلىdi
atas kalimat. Kita sebaiknya berhenti pada kalimat bertanda tersebut, tetapi
boleh juga diteruskan dengan kalimat berikutnya.
Contoh :
d. Waqaf
Mustahab Wasluh, tandanya صلىdi
atas kalimat. Kita sebaiknya meneruskan membaca kalimat berikutnya jika
menemukan tanda ini.
Contoh :
e. Waqaf
Mu’annaqah, tandanya diatas
kalimat. Kita boleh berhenti pada salah satu kata yang terdapat tanda tersebut
di atasnya, bisa yang pertama atau yang kedua.
Contoh :
f. Tanda
waqaf لا di atas kalimat atau ayat. Kita tidak boleh berhenti pada kata
yang terdapat tanda itu. Jika tanda itu terletak pada akhir ayat, kita boleh
berhenti membaca.
B. Iman
Kepada Rasul Allah
1. Beriman
kepada Rasul Allah
Iman secara bahasa
berarti percaya. Iman menurut istilah berarti mempercayai dengan sepenuh hati,
diucapkan dengan lisan, dan diwujudkan dalam perbuatan. Iman kepada Rasul Allah
berarti mempercayai dengan sepenuh hati bahwa Allah swt telah mengutus rasul
untuk menyampaikan syariat. Keimanan tersebut diwujudkan dalam perbuatan
sehari-hari.\
Iman kepada Rasul ialah
percaya bahwa Allah telah memilih diantara manusia, beberapa orang yang
bertindak sebagai utusan Allah. Mereka bertugas menyampaikan kepada umat
manusia segala wahyu yang diterima dari Allah melalui malaikat Jibril, dan
menunjukkan mereka ke jalan yang lurus, serta membimbing mereka dalam mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Dalam surat an-Nisa
ayat 164 yang artinya “Dan Kami telah mengutus Rasul-rasul yang sungguh
telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak
Kami kisahkan tentang mereka kepadamu”. Menunjukkan dengan jelas bahwa
hanya memperkenalkan sebagian saja dari para Nabi dan Rasulnya, dan yang telah
diterangkan dalam al-Quran hanya 25 Nabi dan Rasul saja. Mereka inilah yang
wajib kita ketahui satu persatu dan wajib pula kita mempercayai kenabian dan
kerasulannya.
Nama-nama Nabi :
a. Nabi
Adam a.s.
b. Nabi
Idris a.s.
c. Nabi
Nuh a.s.
d. Nabi
Hud a.s.
e. Nabi
Saleh a.s.
f. Nabi
Ibrahim a.s
g. Nabi
Luth a.s.
h. Nabi
Ismail a.s.
i.
Nabi Ishaq a.s.
j.
Nabi Ya’qub a.s.
k. Nabi
Yusuf a.s.
l.
Nabi Ayub a.s.
m. Nabi
Zulkifli a.s.
n. Nabi
Syu’aib a.s.
o. Nabi
Musa a.s.
p. Nabi
Harun a.s.
q. Nabi
Daud a.s.
r.
Nabi Sulaiman a.s.
s. Nabi
Ilyas a.s.
t.
Nabi Ilyasa a.s.
u. Nabi
Yunus a.s.
v. Nabi
Zakaria a.s.
w. Nabi
Yahya a.s.
x. Nabi
Isa a.s.
y. Nabi
Muhammad SAW.
Diantara nabi dan Rasul
Allah swt ada yang diberi gelar ulul azmi. Gelar tersebut dikaruniakan kepada mereka
karena ketabahan dan kesabaran yang luar biasa dalam melaksanakan dakwah.
Mereka tetap berdakwah dan menyampaikan syariat Allah swt meskipun penderitaan
mereka terima. Lima nabi dan Rasul yang mendapar gelar ulul azmi adalah :
a. Nabi
Nuh a.s.
b. Nabi
Ibrahim a.s.
c. Nabi
Musa a.s.
d. Nabi
Isa a.s.
e. Nabi
Muhammad saw.
2. Sifat-sifat
Rasul Allah
Menurut ajaran Islam,
bahwa para Nabi itu sesuai dengan kedudukan yang tinggi di sisi Allah dan
fungsinya yang sangat luhur dan amat berat, yakni : memimpin dan membimbing umatnya;
maka mereka pasti mempunyai kepribadian yang lengkap/sempurna dan akhlak yang
tinggi, agar mereka bisa menjadi suri teladan bagi umatnya.
Karena itu, semua Nabi
dan Rasul bersifat maksum (terjaga/terhindar dari perbuatan dosa) dan karena
sifat “maksum”nya inilah, maka setiap Nabi dan Rasul pasti mempunyai 4 sifat
yaitu :
a. Siddiq,
artinya benar dan jujur dalam semua ucapan, dan perbuatan/tingkah lakunya.
b. Amanah,
artinya terpercaya dan terpelihara dari segala macam dosa, cacat dan tingkah
laku yang dapat merendahkan derajatnya sebagai manusia teladan dan pilihan
Allah.
c. Tablig,
artinya menyampaikan segala wahyu/amanat Allah yang diterimanya dengan segera,
sekalipun wahyu itu mungkin bersifat teguran/koreksi terhadap tingkah
laku/kebijaksanaannya yang tidak berkenan bagi Allah.
d. Fathanah,
artinya cerdas, pandai dan bijaksana.[4]
C. Adap
Makan dan Minum
Islam menganjurkan umatnya untuk makan
yang halal dan bergizi. Halal berarti tidak ada larangan oleh syar’i untuk
menikmatinya, baik secara sifat benda yang dimakan atau cara mendapatkannya.
Selain memilih makanan yang baik, ketika kita makan juga dianjurkan dengan
beradab yang baik.
1. Adab
sebelum makan dan minum
Sebelum hidangan
makanan yang tersedia kita santap, pastikan bahwa makanan tersebut halal. Jika
sudah, kita cermati apakah makanan baik untuk kesehatan tubuh. Meskipun makanan
tersebut halal, tetapi jika berbahaya bagi kesehatan, sebaiknya kita jauhi.
Jika makanan tersebut
sudah terjamin kehalalannya dan baik bagi kesehatan, berarti kita boleh
menyantapnya. Oleh karena itu, beberapa adab sebelum makan penting untuk
diperhatikan :
a. Mencuci
kedua tangan
b. Berniat
kepada Allah dan berdoa terlebih dahulu
c. Merasa
cukup dengan makanan yang tersedia
d. Mengambil
makanan secukupnya
e. Mengundang
orang lain untuk turut makan
2. Adab
ketika sedang makan dan minum
a. Tidak
berlebihan
b. Bersegera
makan jika sangat lapar
c. Tidak
duduk bersandar
d. Dibolehkan
mengangkat piring makan
3. Adab
sesudah makan dan minum
a. Menghentikan
makan sebelum kenyang
b. Membasuh
kedua tangan dengan air bersih
c. Membersihkan
sela-sela makanan di gigi
d. Mengucapkan
syukur kepada Allah atas rezeki yang diberikan
e. Mendoakan
pemberinya
f. Selesai
makan hendaknya membaca doa.
4. Contoh
adab makan dan minum yang baik
a. Adab
makan bersama keluarga
1) Dianjurkan
memberi kesempatan kepada orang tua atau saudara yang lebih tua untuk mengambil
hidangan terlebih dahulu.
2) Tidak
mencela makanan yang dihidangkan.
3) Tidak
serakah, cukup mengambil makanan yang dengan ukuran yang pantas.
4) Makan
sebaiknya dilakukan di tempat yang pantas, seperti ruang makan.
5) Jika
ada tamu dan mengetahui bahwa kita sedang makan, kita bisa mempersilahkan tamu
tersebut untuk turut serta makan.
6) Setelah
selesai makan, usahakan agar meja tempat hidangan tetap bersih dan rapi.
b. Adab
makan di sekolah
1) Makan
tidak pada jam pelajaran
2) Makan
kita lakukan di luar kelas, misalnya kantin.
3) Selalu
menjaga kebersihan lingkungan sekolah.
4) Dilakukan
sambil duduk.
5) Adab
makan ketika bersama orang lain
6) Ketika
bertamu hendaknya tidak tepat pada jam makan tuan rumah. Kita dilarang dengan
sengaja bertamu pada waktu tuan rumah biasa makan.
7) Sebagai
tuan rumah, kita dilarang memaksakan diri menghidangkan makanan yang kita tidak
mampu menghidangkannya. Jika kita memaksakan diri, selain akan memberatkan diri
kita, juga akan membuat tamu merasa segan untuk bertamu kembali.
8) Tamu
boleh memilih makanan yang ia suka atau tidak mencicipi hidangannya karena ada
larangan untuk memakannya.
9) Menjaga
diri dari hal-hal yang dapat mengganggu orang lain dalam menikmati makanannya.
D. Perilaku
Tercela
1. Dendam
Dendam artinya
berkeinginan keras untuk membalas karena rasa marah atau benci. Hawa nafsu yang
tidak terkendali melahirkan kemarahan. Kemarahan yang berlarut-larut dan
terpendam menjadi bibit dendam. Marah dan dendam merupakan bawaan setan.
Dendam sangat dibenci oleh
Allah karena dapat menjadi sumber permusuhan. Kasus-kasus pertikaian
antarwarga, antarsuku, bahkan antarpelajar yang berbuntut tawuran, biasanya
bersumber dari dendam.
Perilaku dendam dapat
ditunjukkan oleh cirri-ciri tertentu yang dimiliki pelakunya. Ciri-cirinya
antara lain :
a. Tidak
pernah merasa tenang dalam menjalani hidup
b. Mudah
tersinggung dan enggan menerima kritikan orang lain
c. Suka
bersikap dengki
d. Menyibukan
diri dengan perbuatan yang mubazir
e. Suka
berbuat melampaui batas
2. Munafik
Pengertian nifak atau
munafik adalah merupakan lawan kata “terus terang” atau “terang-terangan”.
Dengan kata lain, nifak berarti “menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan
apa yang terkandung di dalam hati.” Nifak ini mempunyai dua bagian : (1)
bertalian dengan masalah akidah, dan masalah ini yang paling membahayakan, (2)
bertalian dengan perkataan atau perbuatan, dan untuk masalah kedua ini lebih
ringan dosanya dibanding yang pertama.
Ciri-ciri khusus
orang-orang munafik telah dijelaskan oleh Allah sebagai kaum yang suka
menimbulkan kerusakan dan gemar melakukan kejahatan, serta suka membuat
malapetaka.
Kaum munafik adalah
sumber segala bahaya yang sering mengancam berbagai bangsa di kawasan Negara.
Sebab utamanya adalah karena mereka berpura-pura bersikap baik terhadap musuh,
tetapi di dalam hati mereka sedang mencari kelemahan lawan. Dan yang menjadi
tujuan utamanya adalah mencari keuntungan bagi mereka sendiri, walaupun
kelakuan itu harus mengorbankan bangsanya.
Dalam hal ini
Rasulullah menerangkan ciri khusus nifak secara garis besar: “Ada empat
sifat, siapa saja yang memiliki sifat-sifat itu berarti munafik. Dan siapa saja
yang mempunyai salah satu di antara empat sifat tersebut, berarti mempunyai
sifat nifak sampai ia mau meninggalkannya. Sifat-siafat tersebut ialah: (1)
Apabila dipercaya berbuat khianat; (2) Apabila berbicara bohong; (3) Apabila
berjanji mengingkari janjinya; dan (4) Apabila berselisih berlaku curang.” (HR.
Bukhari).
Sifat nifak akan
mendatangkan akibat-akibat negatif yang sangat membahayakan, baik bagi
pelakunya maupun orang lain. Di antara akibat-akibat negatif tersebut adalah :
a. Perilaku
nifak sangat merugikan orang lain, baik secara moril maupun materil.
b. Orang
yang berlaku nifak telah merugikan dirinya sendiri. Ia tidak akan lagi percaya
karena kebiasaannya berbohong, berkhianat, dan ingkar janji.
c. Perilaku
nifak dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat karena setiap individu menaruh
curiga terhadap individu lain.
d. Perilaku
nifak dapat menyeret pelakunya ke dasar neraka yang paling dalam.[5]
E. Hewan Sebagai Sumber Makanan
1. Hewan
yang Dihalalkan
Pada dasarnya binatang
dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu binatang yang berasal dari darat dan
laut. Binatang laut yaitu binatang yang hidup di laut dan hanya bisa hidup di
laut. Semua binatang laut halal dikonsumsi bagaimanapun keadaannya, baik
diperoleh dalam keadaan hidup maupun sudah mati, baik karena ditangkap maupun
karena terdampar.
Binatang darat adalah
binatang yang hidup di darat dan tidak dapat hidup kecuali di darat. Jika semua
binatang laut halal dikonsumsi, binatang darat ini ada yang halal dan ada yang
haram. Binatang darat yang halal dikonsumsi, misalnya kerbau, sapi, ayam, dan
kambing. Penjelasan mengenai binatang darat yang haram hukumnya akan dijelaskan
dalam subbab selanjutnya.
Binatang yang
dihalalkan harus diperlakukan sesuai dengan tuntutan syariat agar menjadi
makanan yang halal untuk dikonsumsi, yaitu dengan disembelih. Hewan atau
binatang yang tidak boleh dikonsumsi disebut binatang haram. Menyembelih hewan
yaitu memotong saluran pernapasan dan makanan sambil menyebut nama Allah swt.
2. Hewan
yang Diharamkan
Jenis-jenis hewan yang
diharamkan adalah :
a. Babi.
b. Hewan
yang dilarang Nabi untuk membunuhnya, seperti semut dan lebah.
c. Hewan
yang hidup di dua alam, yaitu darat dan air.
d. Hewan
bertaring dan berkuku tajam yang dipergunakan untuk mencakar atau membunuh.
Makanan yang
haram hukumnya berdasarkan ayat 3 Surah al-Ma’idah [5] antara lain :
a. Bangkai
Yang dimaksud bangkai yaitu binatang
yang mati tanpa disembelih. Bangkai haram untuk dikonsumsi, kecuali bangkai
ikan dan belalang. Berkaitan dengan bangkai ikan Allah swt berfirman yang
artinya, “Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal)
dari laut baik dengan cara memancing, menjala, maupun cara lainnya.”[6]
b. Darah
Makanan kedua yang di haramkan adalah
darah yang mengalir. Rahasia di
haramkannya darah yang mengalir di sini adalah karena kotor, yang tidak mungkin
jiwa manusia yang bersih suka kepadanya. Dan inipun dapat di duga akan berbahaya
sebagaimana halnya bangkai.[7]
c. Daging
babi
Daging bai beserta seluruh anggota
tubuhnya hukumnya haram. Fitrah manusia yang masih waras menganggapnya jijik
dan tidak menyukainya. Makanan yang disukai oleh babi juga barang yang kotor
dan najis.[8]
d. Daging
binatang yang disembelih atas nama selain Allah
Yang ke empat makanan yang di haramkan
ialah binatang yang di sembelih bukan karna Allah , yaitu binatang yang di sembelih dengan menyebut nama selain
Allah. Misalnya, nama berhala. Jadi sebab (illah) di haramkannya binatang yang
di sembelih bukan karna Allah ialah semata mata illah agama dengan tujuan untuk
melidungi akidah tauhid , kemurnian akidah dan memberantas kemusyrikan dengan
segala macam manifestasi berhalanya dalam seluruh lapangan.[9]
e. Daging
binatang yang disembelih untuk dipersembahkan kepada berhala
Daging binatang yang disembelih untuk
dipersembahkan kepada berhala haram untuk dikonsumsi. Meskipun hewan yang
disembelih tersebut adalah binatang yang dihalalkan. Namun, karena disembelih
untuk dipersembahkan kepada berhala hukumnya menjadi haram untuk dikonsumsi.
f. Daging
binatang yang mati tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat disembelih
Daging hewan yang mati tercekik,
dipukul, jatuh, ditanduk, dan yang diterkam binatang buas termasuk bangkai. Hal
ini karena binatang tersebut mati bukan karena disembelih. Akan tetapi, jika
hewan yang dihalalkan kemuadian tercekik, dipukul, jatuh, ditanduk, atau yang
diterkam binatang buas namun masih hidup dan sempat disembelih, dagingnya halal
untuk dikonsumsi.
g. Daging
hewan yang dipotong dari hewan yang masih hidup
Daging hewan yang dipotong dari hewan
yang masih hidup haram untuk dikonsumsi. Memotong daging dari hewan yang masih
hidup tentu menyakitkan bagi hewan tersebut. Islam mengajarkan untuk menyayangi
binatang yang termasuk makhluk Allah swt. Oleh karena itu, kita dilarang
memotong sebagian dari hewan yang masih hidup.
Makanan atau binatang
bisa menjadi haram karena dua hal. Pertama, haram lizatihi (haram karena
zatnya), maksudnya binatang atau makanan tersebut secara zatnya memang haram.
Seperti daging babi dan bangkai. Kedua, haram hukmiy (haram secara hukum),
maksudnya suatu makanan atau binatang pada asalnya halal, namun karena suatu
hal menjadi haram. Misalnya, ayam yang disembelih atas nama selain Allah swt.
Secara zatnya daging ayam hukumnya halal. Akan tetapi, karena disembelih atas
nama selain Allah swt dagingnya menjadi haram.
3. Bahaya
hewan yang diharamkan
Islam mengajarkan bahwa
apa yang kita makan dapat mempengaruhi pertumbuhan badan,
cara berpikir, sifat, serta tingkah laku kita. Jika
mengonsumsi makanan yang baik, sifat kita pun akan
baik. Sebaliknya, jika makanan mempunyai sifat yang tidak baik,
sifat dan perilaku kita pun turut menjadi tidak baik. Untuk inilah
Allah melarang kita mengonsumsi beberapa hewan yang mempunyai
sifat tidak baik.
Di balik pengharaman
hewan atau makanan tertentu, terdapat hikmah yang
sangat banyak. Di balik larangan mengonsumsi bangkai,
terdapat banyak hikmah. Bangkai adalah binatang yang mati
dengan sendirinya atau kematiannya tidak disebabkan karena
disembelih atau diburu. Beberapa hikmah diharamkannya bangkai
antara lain sebagai berikut:
a. Fitrah
yang sehat tentu sepakat mengatakan bahwa ia adalah kotor.
Akal pikiran yang normal menyatakan bahwa mengonsumsi bangkai
merendahkan derajat manusia.
b. Binatang
yang mati dengan sendirinya, kemungkinan besar karena
umurnya sudah tua, kecelakaan, memakan tumbuhan yang
beracun, atau musibah lainnya. Semua itu tidak dapat dijamin keamanannya.
c. Agar
manusia memelihara binatang miliknya. Tidak dibiarkan begitu
saja ia sakit, melemah, kemudian mati.
Di balik pengharaman babi, selain dapat
membunuh girrah, menurut Dr. Muhammad Abdul Khair
dalam bukunya Ijtihadu fi at-Tafsir
al-Qur’an al-Karim menjelaskan bahwa daging babi mengandung
benih-benih cacing pita dan cacing trachenea lolipia.
Cacing-cacing ini akan berpindah kepada manusia yang mengonsumsi
daging babi. Perlu dicatat, hingga saat ini, generasi babi
belum terbebaskan dari cacing-cacing ini. Selain itu, daging babi
juga dapat menularkan beberapa penyakit, di antaranya sebagai
berikut.
a. Kolera
babi, yaitu penyakit berbahaya yang disebabkan oleh virus.
b. Kulit
kemerahan yang ganas dan menahun.
c. Penyakit
pengelupasan kulit.
d. Benalu
eskares yang berbahaya bagi manusia.
4. Menghindari
Makanan yang Diharamkan
Sebagai seorang muslim, kita diajarkan
bahwa makanan yang kita konsumsi haruslah makanan yang halal bukan hanya yang
sehat dan bergizi. Makanan halal dapat berasal dari hewan atau tumbuh-tumbuhan.
Makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat berupa biji-bijian dan
buah-buahan yang tidak memabukkan dan tidak membahayakan kesehatan jasmani dan
rohani.
Jika mengalami kesulitan untuk
membedakan yang haram dan halal, kamu lebih baik menghindarinya. Sesuatu yang
ada di antara yang haram dan halal adalah syubhat. Berkaitan dengan sesuatu
yang syubhat, Rasulullah bersabda yang artinya, ”Sesungguhnya yang halal itu
jelas dan yang haram pun jelas. Dan di antaranya ada beberapa perkara yang
belum jelas (syubhat). Banyak orang yang tidak tahu, apakah ia termasuk bagian
yang halal atau haram? Barang siapa mengambilnya karena ingin membersihkan
agama dan kehormatannya, maka ia selamat. Barang siapa mengerjakan sedikit saja
daripadanya, maka hampir-hampir ia akan jatuh ke dalam haram . . . .”(H.R.
Bukhari dari ‘Abdullah an-Nu‘man bin Basyir)
Berdasarkan terjemahan hadis di atas,
kita dianjurkan untuk melakukan tiga tindakan sebagai berikut.
a. Mengambil
yang halal.
b. Meninggalkan
yang haram.
c. Menahan
diri untuk tidak mengambil yang syubhat sampai jelas hukumnya.
F. Kemajuan
Pengetahuan dalam Sejarah Islam
1. Pentingnya
Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Dari sudut pandang sejarah, perintah
agar membiasakan membaca khususnya untuk menuntut ilmu, saat lahirnya Islam
merupakan sesuatu yang tidak lazim menurut anggapan bangsa Arab pada umumnya.
Bagi mereka, penghormatan untuk meneruskan tradisi-tradisi yang telah dibangun
oleh nenek moyang jauh lebih penting daripada mengembangkan pengetahuan.
Bahkan, tanpa memiliki kemampuan membaca pun mereka sangat bangga. Mereka lebih
suka mengingat cerita atau menghafal syair secara lisan daripada menuliskannya.
Belajar baca tulis bagi mereka hanya membuang waktu. Inilah salah satu alasan
zaman sebelum Islam sering disebut sebagai zaman Jahiliah.
Semenjak datangnya Islam, bangsa Arab
yang dahulunya sangat benci terhadap pengetahuan berubah menjadi bangsa yang
begitu tekun belajar. Keadaan ini sejalan dengan pengamalan ajaran Islam yang
menganggap penting ilmu pengetahuan sebagai modal keselamatan hidup di dunia
dan bekal kemuliaan di akhirat kelak.
Islam sangat mencintai ilmu pengetahuan
dan memberikan penghargaan dan kedudukan tersendiri bagi orang-orang yang
memiliki ilmu pengetahuan. Islam mendorong pemeluknya untuk mempergunakan akal
dan memperhatikan alam sekitar untuk menemukan ilmu pengetahuan. Selain itu,
dengan memperhatikan alam sekitar manusia dapat memahami dan mengetahu
kekuasaan Allah swt.
2. Perkembangan
Pengetahuan dalam Lintasan Sejarah
a. Masa
Khulafaur Rasyidin
Masa
Khulafaur Rasyidin merupakan masa sahabat dan termasuk waktu awal
berlangsungnya dakwah Islamiyah. Oleh karena itu, ilmu yang berkembang pada
saat itu adalah ilmuilmu keislaman. Misalnya ilmu fikih, Al-Qur’an, dan hadis.
Ilmu-ilmu tersebut diperoleh langsung dari Rasulullah. Berbekal pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki, para sahabat menyampaikan kembali kepada kaum muslimin
yang lain.
b. Masa
Daulah Ummayah
Banyaknya
penduduk yang memutuskan memeluk Islam sekaligus memotivasi mereka untuk
mendalami lebih jauh tentang ajaran Islam. Dengan demikian, pembangunan ilmu
pengetahuan pada masa Umayyah pun terus berjalan, meskipun masih sebatas pada
ilmu-ilmu keislaman. Penduduk banyak yang mempelari ilmu Al-Qur’an, hadis,
fikih, sejarah Rasulullah, serta filsafat. Kaum muslimin pun tetap menjadikan
masjid sebagai tempat belajar, selain sebagai tempat ibadah. Ada juga yang
lebih memilih belajar di tempat tinggal para ulama.
c. Masa
Daulah Abbasiyah
Pada
masa Daulah Abbasiyah (132 H-656 H/750-1256 H) kemajuan di bidang pendidikan
sangat mengagumkan. Kemajuan ini tidak lepas dari kondisi saat itu di mana
kehidupan ekonomi dan stabilitas politik telah terbangun. Hal ini terjadi
setelah Khalifah Abu Abbas as-Saffah dan Khalifah Abu Ja’far berhasil
mempertahankan dan menumpas musuh-musuhnya. Dengan demikian, muncullah di zaman
ini para tokoh mulai dari penyair, filosof, sejarawan, hingga agamawan.
3. Para
Ilmuwan Muslim
a. Filsafat
Islam
Filsafat
Islam pertama kali muncul pada masa Daulah Umayyah dan telah mengalami
perkembangan pesat pada masa Daulah Abbasiyah. Munculnya filsafat Islam dimulai
dari penerjemahan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Penerjemahan secara
besar-besaran dilakukan pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid sekaligus mengadakan
penyesuaian dengan ajaran Islam.
Di antara para filsuf yang terkenal
sebagai berikut.
1) Ibnu
Rusyd.
2) Al-Farabi
3) Ibnu
Miskawaih
4) Ibnu
Sina.
5) Ibnu
Masarrah.
6) Ibnu
Tufail.
7) Al-Kindi.
b. Fikih
Fikih
Islam mulai berkembang pada masa keemasan Daulah Abbasiyah. Pada saat itu lahir
ahli-ahli hukum Islam (fukaha) dengan kitab fikih karya mereka yang terkenal
hingga saat ini. Mereka dikenal sebagai Imam yang empat (al-Ima - m al-Arba‘ah)
yang terdiri atas:
1) Imam
Malik,
2) Imam
Hanafi,
3) Imam
Syafi’i, dan
4) Imam
Hambali. [10]
c. Tasawuf
Tasawuf
adalah nama lain dari “Mistisme dalam Islam” di kalangan orientalis Barat
dikenal dengan sebutan “Sufisme”. Kata “Sufisme” merupakan istilah khusus
Mistisme Islam. Sehingga kata “Sufisme” tidak ada pada mistisme agama-agama
lain.
Merupakan
ilmu yang membahas tentang bagaimana cara mendekatkan diri secara benar kepada
Allah. Pemahaman kaum muslimin tentang sufi saat itu tidak lagi bertujuan
meninggalkan kehidupan dunia, tetapi lebih mengacu pada usaha menghindarkan
diri dari keterikatan yang berlebihan pada dunia.
Di antara tokoh-tokoh dalam bidang
filsafat sebagai berikut.
1) Al-Gazali
2) Rabiah
al-Adawiyah
3) Al-Hallaj
4) Ibnul
‘Arabi[11]
d. Kedokteran
Ilmu
kedokteran/ketabiban dalam Islam dikenal dengan nama at-Tib. Oleh karena itu,
seorang dokter atau ahli pengobatan dikenal dengan sebutan tabib.
Di
antara ilmuwan muslim yang terkenal dalam bidang kedokteran sebagai berikut.
1) Ibnu
Sina
2) Ar-Razi
3) Abu
al-Qasim az-Zahrawi
4) Ibnu
Rusyd
e. Sejarah
Sejarah
dalam keilmuan Islam dikenal dengan istilah tarikh. Tarikh adalah ilmu yang
mempelajari keadaan serta peristiwa yang terjadi pada suatu tempat dan waktu.
Pada
masa itu lahir para sejarawan ternama dengan beberapa kitab sejarah karyanya.
Tokoh-tokoh yang terkenal, antara lain sebagai berikut.
1) Abu
Ismail al-Ajdy
2) Al-Waqidy
3) Ibnu
Jarir at-Tabary
4) Khatib
Bagdadi
5) Ibnu
Hayyan
f. Geografi
Dalam
Islam, geografi atau Ilmu Bumi dikenal dengan nama Jugra - fiyya. Ilmu ini
muncul bersamaan dengan meluasnya daerah kekuasaan Islam serta perdagangan.
Pada saat itu terjadilah Rihlah ‘Ilmiah (perjalanan ilmiah) dan Rihlah Rahiyah
(perjalanan untuk pesiar).
Dari
kalangan muslimin terkenal yang telah banyak menyusun buku, antara lain:
1) Ibnu
Khardazabah
2) Al-Muqaddasy
3) Yaqut
al-Hamawy
g. Kesenian
Kesenian Islam harus bersumber pada
Al-Qur’an dan as-Sunah. Karena itu, seni tidak boleh bertentangan dengan ajaran
Islam. Hasil kesenian Islam beragam, baik seni berbentuk arsitektur bangunan,
sastra, seni suara, dan seni tari. Kesenian Islam itu telah banyak dinikmati
oleh masyarakat di penjuru dunia, baik di negeri barat maupun timur.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Mad secara bahasa
artinya panjang. Dalam ilmu tajwid, mad diartikan dengan membaca ayat-ayat
Al-Quran dengan panjang tertentu sesuai jenis dan letak madnya. Mad secara
garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu mad tabi’I dan mad far’i.
Macam-macam Mad yaitu: Mad
Tabi’i/Mad Asli, Mad Wajib Muttasil, Mad Jaiz Munfasil, Mad Lazim Musaqqal
Kilmi, Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi, Mad Lazim Harfi Musyabba’, Mad ‘Arid Lissukun,
Mad ‘Iwad, Mad Tamkin, Mad Silah, Mad Lazim Mukhaffaf.
Waqaf secara bahasa
artinya berhenti. Membaca Al-Quran dengan waqaf, artinya jika dalam ayat-ayat
Al-Quran ada tanda waqaf, cara membacanya harus berhenti.
Macam-macam tanda waqaf
ialah: Waqaf Lazim, Waqaf Jaiz, Waqaf Mustahab, Waqaf Mustahab Wasluh, Waqaf
Mu’annaqah, Tanda waqaf لا.
Iman kepada Rasul ialah percaya bahwa
Allah telah memilih diantara manusia, beberapa orang yang bertindak sebagai
utusan Allah. Mereka bertugas menyampaikan kepada umat manusia segala wahyu
yang diterima dari Allah melalui malaikat Jibril, dan menunjukkan mereka ke
jalan yang lurus, serta membimbing mereka dalam mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Nama-nama Nabi: Nabi Adam a.s., Nabi
Idris a.s., Nabi Nuh a.s. (Ulul Azmi), Nabi Hud a.s., Nabi Saleh a.s., Nabi
Ibrahim a.s. (Ulul Azmi), Nabi Luth a.s., Nabi Ismail a.s., Nabi Ishaq a.s., Nabi
Ya’qub a.s., Nabi Yusuf a.s., Nabi Ayub a.s., Nabi Zulkifli a.s., Nabi Syu’aib
a.s., Nabi Musa a.s. (Ulul Azmi), Nabi Harun a.s., Nabi Daud a.s., Nabi
Sulaiman a.s., Nabi Ilyas a.s., Nabi Ilyasa a.s., Nabi Yunus a.s., Nabi Zakaria
a.s., Nabi Yahya a.s., Nabi Isa a.s. (Ulul Azmi), Nabi Muhammad SAW. (Ulul
Azmi). Yang mana 25 Nabi dan Rasul ini pasti mempunyai 4 sifat yaitu: Siddiq, Amanah,
Tablig, Fathanah.
Dalam
Islam selain memilih makanan yang baik, ketika kita makan juga dianjurkan
dengan beradab yang baik, ada adab sebelum makan dan minum, ada adab ketika
sedang makan dan minum, dan ada pula adab sesudah makan dan minum.
Dendam artinya
berkeinginan keras untuk membalas karena rasa marah atau benci.
Pengertian nifak atau
munafik adalah merupakan lawan kata “terus terang” atau “terang-terangan”.
Dengan kata lain, nifak berarti “menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan
apa yang terkandung di dalam hati.”
Pada dasarnya binatang
dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu binatang yang berasal dari darat dan
laut. Binatang laut yaitu binatang yang hidup di laut dan hanya bisa hidup di
laut. Semua binatang laut halal dikonsumsi bagaimanapun keadaannya, baik
diperoleh dalam keadaan hidup maupun sudah mati, baik karena ditangkap maupun
karena terdampar. Binatang darat adalah binatang yang hidup di darat dan tidak
dapat hidup kecuali di darat.
Makanan yang haram
hukumnya: Bangkai, Darah, Daging babi, Daging binatang yang disembelih atas
nama selain Allah, Daging binatang yang disembelih untuk dipersembahkan kepada
berhala, Daging binatang yang mati tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat disembelih, Daging
hewan yang dipotong dari hewan yang masih hidup
Islam sangat mencintai
ilmu pengetahuan dan memberikan penghargaan dan kedudukan tersendiri bagi
orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Islam mendorong pemeluknya untuk
mempergunakan akal dan memperhatikan alam sekitar untuk menemukan ilmu
pengetahuan.
Perkembangan
Pengetahuan dalam Lintasan Sejarah Islam terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin,
masa Daulah Ummayah, masa Daulah Abbasiyah.
Ilmuwan Muslimin
terbagi dalam beberapa cabang ilmu pengetahuan, diantaranya Filsafat Islam, Fikih,
Tasawuf, Kedokteran, Sejarah, Geografi, Kesenian.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
Abu. 1996. Dosa dalam Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Asy’ari,
Abdullah. Pelajaran Tajwid Qaidah: Bagaimana Seharusnya Membaca Al-Qur’an, Surabaya:
Apollo.
Hamidy, Mu’ammal. 2003.
Halal dan Haram dalam Islam, Surabaya: PT Bina Ilmu
Surabaya,.
Karwadi, et al. eds. 2011. Pendidikan Agama Islam
Untuk SMP/MTs Kelas VIII, Jakarta: Kemetrian
Pendidikan Nasional.
Mustofa, Bandung,
Akhlak Tasawuf, Pustaka Setia.
Zuhdi,
Masjfuk. 1988. Studi Islam Jilid I: Akidah, Jakarta: Rajawali Pers.
[1]Karwadi, et al. eds. Pendidikan Agama Islam Untuk
SMP/MTs Kelas VIII, (Jakarta: Kemetrian Pendidikan Nasional, 2011), hal.
114-116.
[2]Abdullah Asy’ari,
Pelajaran Tajwid Qaidah: Bagaimana Seharusnya Membaca Al-Qur’an, (Surabaya:
Apollo), hal. 43.
[4]Masjfuk Zuhdi, Studi
Islam Jilid I : Akidah, (Jakarta: Rajawali Pers, 1988), cet. I, hal. 63-76.
[5]Abu Ahmadi, Dosa
dalam Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), cet. II, hal. 42-45.
[6]Karwadi, et al. eds. Pendidikan Agama Islam, hal.
162-163.
[9]Mu’ammal Hamidy, Halal dan Haram, hal. 57.
[11]Mustofa, Akhlak
Tasawuf, (Banndung, Pustaka Setia), hal. 206.
Komentar
Posting Komentar